Friday, 17 June 2016

POLA ASUH ORANG TUA OTORITER (bagian 1)

 PENGERTIAN
Orang tua yang otoriter adalah sikap orang tua yang suka menghukum secara fisik, bersikap mengomando (mengharuskan atau memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku (keras) dan cenderung emosional dan bersikap menolak. (Syamsu Yusuf LN, 2000: 51)
Zaman seperti sekarang ini masih ada orang tua yang memukul anaknya. Ada kalanya anak begitu menjengkelkan sampai orang tua kehilangan kesabaran dan memukul tangan atau bokongnya. Memang, sesekali memukul tangan tak akan merusak hubungan antara orang tua dengan anak, tapi pukulan tersebut tak meningkatkan disiplin yang ditegakkan atau hubungan dalam keluarga. Pukulan atau tamparan lebih memberi keuntungan dan hukuman kepada pelaku dari pada anak yang mengalaminya. Jika orang tua merasa bahwa memukul anak merupakan tindakan yang tepat, maka ia cenderung akan semakin sering melakukannya dan akan berkembang hubungan yang diwarnai dengan kebencian antara orang tua dan anak. Dan orang tua pun memberi contoh yang tak baik. (Sylvia Rimm, 2003: 85-86)
Orang tua sering menganggap bahwa dirinya sebagai seorang polisi, polisi yang selalu menghukum bila ada yang bersalah. Menjadi polisi bagi anak merupakan tindakan salah tapi kaprah, salah karena tindakan itu sudah terlambat, anak sudah melakukan kesalahan baru diributkan. Kaprah karena tindakan ini paling sering dilakukan oleh kebanyakan orang tua, baik Ibu maupun ayah. Mereka baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak, bukan mencegah, mengarahkan dan membimbing sebelum kesalahan terjadi. (Irawati Istadi, 2002: 17)
Pengertian di atas memberi gambaran bahwa orang tua otoriter adalah orang tua yang mempunyai karakter suka menghukum anak secara fisik, bertemperamen keras atau kaku sekehendak hati pada anak. Orang tua yang sewenang-wenang terhadap anak, tidak akan memberi peluang kepada anak, seolah-olah semuanya sudah diatur oleh orang tua. Hal demikian akan lebih menimbulkan banyak kebencian pada diri anak. 

Indikator Orang Tua Otoriter
Medidik anak adalah pekerjaan terpenting yang pernah diamanatkan kepada umat manusia. Tugas mulia, membentuk tabiat sebagian besar terletak di tangan orang tua. Dalam hal mendidik, orang tua harus waspada terhadap berbagai kesalahan yang tanpa sadar sering dilakukan.  (Sarumpaet, 1973: 178) Kendati tanggung jawab dalam mendidik anak itu besar, namun sebagian besar manusia mengabaikan masalah tanggung jawab ini, meremehkannya dan tidak mau memelihara (memperhatikan) masalah tanggung jawab ini secara serius, sehingga mereka menelantarkan anak-anak mereka, membiarkan persoalan pendidikan mereka. (Muhammad Al-Hamd, 2001: 14)
Kesalahan dalam mendidik anak itu bayak bentuk dan variasinya serta fenomenanya yang menyebabkan anak itu menyimpang dan menyeleweng, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Tindakan Diktator
Tindakan-tindakan brutal dan membabi buta tidak pernah membawa berkat. dakan-tindakan diktator lebih banyak merusak dari pada membawa untung. Ayah-ibu yang biasa bertindak terlalu kasar kepada anak-anaknya bukanlah menolong anak itu tetapi merusak. (Sarumpaet, 1973: 172)
Anak-anak yang dibesarkan di bawah disiplin yang terlalu keras akan mengalami susah, didikan kehalusan jiwa perlu bagi anak-anak.
Sebagai contoh, seorang anak bernama Ali akhirnya menjadi seorang yang nakal dan jahat. Ia dididik dengan tongkat besi. Ayahnya bersikap melatih bukan mendidik, segala peraturan yang dibuat ayahnya tidak dimengerti oleh Ali. Ali diperintahkan untuk memberikan hormat kepada ayahnya sebelum pergi sekolah dan sekembalinya. Cara penghormatan militer yang diharuskan itu bukannya menolong Ali tetapi malahan menimbulkan kedongkolan. Setelah dewasa Ali bagaikan seekor kuda lepas dari kandang, cenderung berbuat segala sesuatu menurut sekehendak hatinya
b. Terlalu bersikap keras dan kasar dari yang sewajarnya
Misalnya memukul anak-anaknya dengan berlebihan apabila mereka melakukan kesalahan meskipun itu baru pertama kali ia lakukan, ataupun orang tua sering menegur mereka dengan keras dan memarahi mereka ketika mereka melakukan kesalahan kecil maupun besar, atau bentuk-bentuk kekerasan dan kekasaran yang lainnya. (Muhammad Al-Hamd, 2001: 19)
c. Berdo’a jelek untuk sang anak
Ketika marah kepada sang anak, terkadang spontanitas keluar kata-kata yang tak pantas dari mulut orang tua, baik kutukan, makian atau bahkan keluar seuntai kalimat do’a dari mulut orang tua. (A. Fulex Bisyri, 2004: 64)
Ada diantara orang tua yang mendo’akan buruk atas anak-anaknya hanya karena diantara mereka ada yang durhaka atau menentangnya, yang kedurhakaannya itu mungkin disebabkan oleh orang tuanya sendiri.
Kedua orang tua tidak menyadari bahwa do’a tersebut terkadang diucapkan pada waktu yang mustajab (do’a itu dikabulkan) sehingga do’a itu benar-benar menjadi kenyataan. Dengan demikian mereka menyesali perbuatannya itu selama-lamanya. (Muhammad Al-Hamd, 2001: 31)
Orang tua yang baik dan bijak tak pernah mendo’akan anaknya dengan do’a yang buruk, bahkan ketika anaknya sesat dan tercela, orang tua tersebut selalu mendo’akan dengan do’a kebaikan bagi anaknya di dunia dan di akhirat.(A. Fulex Bisyri, 2004: 64)  Ada orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya do’a itu bagaikan batu yang dilempar, ada kalanya mengenai sasaran dan ada kalanya tidak mengenai sasaran.
Alangkah tindak baik bila orang tua mendoakan sang anak dengan doa yang sesat dan tidak terpuji, karena jika kemudian Allah SWT mengabulkannya, maka keburukan tersebut akan terkena kepada orang tua tersebut, disebabkan sang anak tertimpa keburukan yang didoakan orang tua tadi. Bukankah lebih baik orang tua mendoakan kebaikan untuk sang anak, sehingga jika anaknya baik, maka kebaikan tersebut akan dirasakan oleh orang tua pula. (A. Fulex Bisyri, 2004: 64)

Referensi:
Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000.
Sylvia Rimm, Mendidik dan Menerapkan Disiplin Pada Anak Pra Sekolah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
Muhammad Al-Hamd, Kesalahan Mendidik Anak, Cet. IV, Geman Insani Press, Jakarta, 2001.
Irawati Istadi, Mendidik dengan Cinta, Pustaka Inti, Jakarta, 2002.
Sarumpaet, Rahasia Mendidik Anak, Indonesia Publishing House, Bandung, 1973.
A. Fulex Bisyri, Ketika Orang Tua Tak Lagi Dihormati, Mujahid, Bandung, 2004.
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Membimbing, Cet. 8, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1995.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Featured post

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Faktor Keturunan ( hereditas ) Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartik...

Popular Posts

Pageviews

Powered by Blogger.