Tuesday, 16 February 2016

MANUSIA ADALAH MAKHLUK YANG DAPAT DIDIDIK

Ada perbedaan yang khas antara manusia dengan binatang. Binatang adalah makhluk yang tidak dianugerahi akal pikiran, sedangkan manusia adalah makhluk yang dianugerahi akal pikiran. Manusia, karena memiliki akal pikiran, maka dalam pendidikan manusia dijuluki “Animal Educandum”, artinya manusia adalah makhluk yang dapat dididik. Menurut H. Sunarto dalam buku yang berjudul “Perkembangan Peserta Didik” menerangkan bahwa, “manusia adalah makhluk yang dapat dididik atau “homo educandum[1]. Menurut Achmadi dalam buku yang berjudul “Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan”, menyatakan bahwa, “manusia adalah binatang yang mendidik dan dididik (animal educandum)”[2]. Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal pikiran, dan dengan melalui akal itu pula manusia dapat dididik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat dididik.
Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik, maka manusia perlu dididik. Manusia sejak kelahirannya telah memiliki potensi dasar yang universal. Dalam “Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan” yang disusun oleh TIM Dosen FIP-IKIP Malang menyebutkan bahwa:

“Sejak kelahirannya manusia telah memiliki potensi dasar yang universal, berupa: kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk (moral identity); kemampuan dan kesadaran untuk memperkembangkan diri sendiri sesuai dengan pembawaan dan cita-citanya (individual identity); kemampuan untuk berhubungan dan kerjasama dengan orang lain (social identity) dan adanya ciri-ciri khas yang mampu membedakan dirinya dengan orang lain (individual differences)[3]
Manusia dengan segenap potensi dasar tersebut akan tumbuh menjadi manusia dewasa manakala dikembangkan melalui proses pendidikan.
            Proses pendidikan anak manusia berawal dari pergaulan, pergaulan dengan orang lain pada umumnya dan pergaulan dengan kedua orang tuanya pada khususnya dalam lingkungan budaya yang mengelilinginya. Menurut Singgih D. Gunarsa dalam buku “Psikologi Perkembangan” menyatakan bahwa, “anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Dan orang lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tua sendiri[4]. Begitu pula cinta-kasih orang tua dan ketergantungan serta kepercayaan anak kepada mereka pada usia-usia muda merupakan dasar kokoh yang memungkinkan timbulnya pergaulan yang mendidik. Menurut penyelidikan-penyelidikan para ahli sebagaimana dikutip Singgih menyimpulkan bahwa, “sekalipun bayi belum dapat dididik, dalam arti belum dapat menangkap pengertian-pengertian, akan tetapi si bayi seolah-olah menyadari perlakuan-perlakuan mana yang penuh kasih sayang dan perkakuan-perlakuan mana yang tidak disertai kasih sayang”[5]. Keterbatasan dan kelemahan anak manusia dikuatkan oleh kepercayaan dan sikap pasrah kepada kewibawaan orang tua dan nilai-nilai moral yang dijunjungnya dalam tanggung jawab diri sendiri. Anak tidak akan menjadi “manusia” dalam arti yang sesungguhnya (kehilangan hakikat kemanusiaannya) tanpa adanya pergaulan yang mendidik yaitu orang lain, terutama orang tuanya sendiri, lingkungan atau masyarakat serta curahan kasih sayang yang perlu diberikan kepada anak tersebut.
            Pendidikan merupakan upaya yang paling strategis dalam rangka mencerdaskan manusia. Manusia individu, warga masyarakat dan warga negara yang lengkap dan utuh harus dipersiapkan sejak anak masih kecil dengan upaya pendidikan. Melalui pendidikan manusia mampu menjadi sumber daya yang berkualitas sehingga dapat menjadi aset bangsa yang tertinggi. Dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 tantang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, “pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa mendatang”[6]. Agar dapat berperan di masa mendatang dengan baik, kegiatan pendidikan sangat penting.
            Ajaran Islam bersifat universal dan berpijak pada landasan kesamaan yang dimiliki oleh manusia. Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan berperan sebagai khalifah Allah di bumi, maka manusia diberi hak oleh Allah untuk memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan. Menurut H. Baharuddin Lopa, dalam “Al-Qur’an dan Hak-Hak Asasi Manusia” menyatakan bahwa, “Islam bukan hanya menganggap belajar sebagai hak tetapi adalah pula sebagai kewajiban”[7]. Dengan demikian ilmu pengetahuan dan pendidikan dalam Islam mempunyai kedudukan yang tinggi. Setiap manusia berhak dan berkewajiban untuk memperoleh pendidikan, sehingga manusia dapat berperan dalam kehidupannya dan beribadah kepada Allah SWT dengan baik.
            Islam memandang bahwa keutamaan makhluk manusia yang lebih dari makhluk lainnya terletak pada kemampuan akal kecerdasannya. Menurut H.M. Arifin, dalam buku yang berjudul “Ilmu Pendidikan Islam” menyatakan bahwa, “… tidak kurang dari 300 kali Tuhan menyebutkan motivasi berfikir dalam kitab suci Al Qur’an[8]. Manusia diperintah oleh Allah SWT agar senantiasa memfungsikan akal pikirannya untuk menganalisa tanda-tanda kekuasaan-Nya yang nampak dalam alam semesta ciptaan-Nya yaitu dengan melalui proses belajar.
            Islam memerintahkan umatnya, laki-laki maupun perempuan untuk belajar. Manusia sesuai dengan harkat kemanusiaannya sebagai makhluk Homo Educandum, dalam arti manusia sebagai makhluk yang dapat dididik. Karena itu proses belajar bersifat manusiawi. Menurut Zuhairini dalam buku yang berjudul “Filsafat Pendidikan Islam” menyatakan bahwa, “manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dapat dipahami dari firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 31 dan QS. Al-Alaq ayat 1-5 :
Dan Tuhan mengajarkan kepada Adam nama-nama segalanya” (QS. Al-Baqarah: 31)
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, yang menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan Tuhanmu yang amat mulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya” (QS. Al-Alaq: 1-5).
Kemampuan membaca dan menulis merupakan hal terpenting bagi manusia guna mendapatkan ilmu pengetahuan. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan mendapat kedudukan atau derajat yang tinggi manakala disertai dengan dzikir kepada Allah SWT.
            Rasulullah Muhammad SAW sebagai Uswatun khasanah bagi umat Islam juga memerintahkan kepada umatnya agar senantiasa menuntut ilmu. Beliau telah menyamakan wanita dan pria dalam hal-hal yang bersifat kerohanian serta kewajiban-kewajiban keagamaan tanpa perbedaan dalam bidang ilmu pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda:
Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah SAW bersabda: menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang Islam (laki-laki maupun perempuan)” (HR. Ibnu Majjah).

Ilmu adalah sesuatu yang sangat dihargai dalam Islam, mencari dan mempelajarinya merupakan kewajiban atas Muslim dan muslimah. Perintah menuntut ilmu kepada manusia merupakan salah satu bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang dapat dididik.


[1] Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm. 2.
[2] Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Aditya Media, Yogyakarta, 1992, halaman 27.
[3] B. Suparna, Perkembangan dan Pembaharuan Pendidikan, Dalam Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm. 192.
[4] Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1986, hlm. 5.
[5] Ibid, hlm. 10.

[6] Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989, Sistem Pendidikan Nasional, CV. Aneka Ilmu, Semarang, 1992, hlm. 2.
[7] H. Baharuddin Lopa, Al Qur’an dan Hak-Hak Asasi Manusia, PT Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1996, hlm. 82.
[8] H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hlm. 4.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Featured post

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Faktor Keturunan ( hereditas ) Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartik...

Popular Posts

Pageviews

Powered by Blogger.