Secara umum,
tujuan para orientalis belajar orientalisme ada tiga, yaitu: tujuan pengacauan
terhadap agama Islam; tujuan keagamaan dan politik dan tujuan ilmiah
semata-mata demi ilmu pengetahuan.[1]
Pengacauan
Terhadap Agama Islam
Para orientalis
memakai banyak langkah dalam rangka mengacaukan agama Islam. Langkah yang
dipakai para orientalis itu antara lain :
a.
Membuat keraguan terhadap
kebenaran kerasulan Nabi Muhammad
Kebanyakan para
orientalis dengan terang-terangan mengingkari bahwa Nabi Muhammad adalah
seorang Nabi yang memperoleh wahyu dari Allah, mereka mengingkari pula bahwa
al-Qur’an itu datang dari Allah. Mereka menuduh bahwa al-Qur’an diambil dari
seseorang yang menerangkan kepada Muhammad. Dan tatkala al-Qur’an mengandung
hal-hal yang ilmiah yang tak terbantahkan dan yang tak ada yang dapat
menirunya, maka mereka kemudian mengatakan bahwa al-Qur’an itu adalah dari
kecerdasan Nabi Muhammad.[2]
b.
Mengingkari bahwa Islam adalah
agama yang berasal dari Allah
Mereka
mengatakan bahwa Islam adalah campuran dari agama Yahudi dan Kristen. Goldziher
dan Schacht (keduanya orientalis Yahudi yang terkenal) mengatakan bahwa agama
Islam diambil dan dipengaruhi oleh agama yahudi. Sementara itu, orientalis Kristen
mengatakan bahwa dasar-dasar akhlak Kristen masuk dan mempengaruhi akhlak
Islam.[3]
c.
Membuat keraguan tentang
kebenaran Hadits Nabi yang menjadi pegangan para ulama Islam
Melihat hadits Nabi yang kaya akan pemikiran dan susunan syariat yang
mengagumkan, para orientalis tidak percaya akan kenabian Muhammad SAW.
Alasannya, tidak mungkin hadits itu datang dari seorang yang ummi. Jadi
mereka mengatakan bahwa hadits itu buatan kaum muslimin pada tiga abad Islam
yang pertama.[4]
d.
Membuat keraguan terhadap
nilai-nilai fiqih Islam
Ketika para
orientalis mendapati keagungan fiqh Islam (disisi lain mereka tidak percaya
akan kenabian Muhammad), mereka mengatakan bahwa fiqh Islam bersumber dari huku
Romawi (barat sendiri). Tapi, kemudian para ulama Islam dalam konferensi
hukum di Den Haag memutuskan bahwa fiqh Islam merupakan hukum yang berdiri
sendiri, tidak diambil dari hukum manapun.[5]
e.
Membuat keraguan terhadap
kemampuan bahasa Arab mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
Tujuannya adalah
agar kaum muslimin merasa bahwa istilah-istilah ilmiah hanya lengkap dalam
bahasa mereka lalu mengakui kelebihan dan kemampuan mereka di bidang ilmu
pengetahuan[6] dan
dalam diri orang-orang muslim tercipta rasa minder.[7]
Tindakan
orang-orang orientalis seperti di atas dilakukan pula di bidang filsafat
Islam dan kebudayaan Islam. Dikatakan bahwa Islam tidak
mempunyai filsafat. Yang ada adalah filsafat Yunani yang disalin dan
dikembangkan dalam bahasa Arab. Begitu juga tentang kebudayaan. Setelah
meneliti kebudayaan Islam, mereka mengatakan bahwa Islam tidak
berkebudayaan.[8]
Motivasi
Keagamaan dan Politik
Secara singkat,
motivasi para orientalis dibidang keagamaan dan politik dilakukan dengan cara :
a.
Membuat keraguan kaum muslimin
kepada Nabi Muhammad, al-Qur’an, syariat dan fiqhnya. Dalam hal ini mempunyai 2
tujuan: keagamaan dan penjajahan.[9]
Belfor, Menlu Inggris menyatakan: “Sebenarnya para orientalis telah
membantu pemerintah dalam menjalankan praktik imperialisme dan
kekuatan-kekuatannya dalam berbagai bidang. Tanpa peran orientalisme, maka
praktik imperialisme tidak mampu mengatasi sekian banyak rintangan yang mereka
hadapi”[10]
b.
Membuat keraguan kaum muslimin
tentang nilai peninggalan peradabannya. Mereka mengatakan bahwa peradaban Islam
berasal dari Romawi. Orang Arab dan kaum muslimin hanya memindah filsafat dan
peninggalan-peninggalan peradaban Romawi. Mereka tidak mempunyai pemikiran dan
peradaban. Kalaupun ada, maka penuh kekurangan dan kejanggalan.[11]
c.
Melemahkan kepercayaan kaum
muslimin kepada peninggalan mereka serta membuat keraguan terhadap apa yang
sudah ada di tangan mereka. Hal ini dilakukan agar mudah bagi penjajah
meletakkan kakinya dan mengembangkan kebudayaannya di tengah muslimin. Dengan
begitu, kaum muslimin mudah untuk dijadikan budak dan tidak akan ada perlawanan
dari mereka.[12]
d.
Melemahkan jiwa persaudaraan
sesama kaum muslimin dengan cara membuat perpecahan diantara mereka.[13]
Motivasi
Ilmiah
Sedikit sekali
orientalis yang mempunyai motivasi ilmiah semata.[14]
Seperti yang dilakukan oleh Sir Thomas Arnold (1864-1930) yang menulis buku
“Ad-Da’wah Ila al-Islam” (seruan kepada Islam). Isinya antara lain memberi
dalil betapa tolerannya kaum muslimin terhadap orang-orang yang berlainan agama
dengan mereka. Namun tidak demikian yang dilakukan oleh orang-orang yang beragama
lain terhadap kaum muslimin.[15]
Diantara mereka
ada yang memeluk agama Islam, lantaran timbul kesadaran akan kebenaran agama
Islam sesudah menyelidiki dan mempelajari secara mendalam. Seperti Leopold
Weiss kelahiran Austria,
yang kemudian terkenal dengan nama Mohammad Asad (setelah Islam), menulis
“Islam at The Crossroads” (Islam di simpang jalan), pada tahun 1934.[16]
Sekarang, banyak
orientalis yang memeluk Islam dan turut aktif mengembangkan agama Islam di
Eropa dan mempertahankannya dari serangan pihak lain.[17]
KESIMPULAN
Motivasi orientalis, secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu: mengacaukan
agama Islam; motivasi keagamaan dan politik, serta motivasi ilmiah semata.
Diantara ketiganya hanya sedikit yang murni mempunyai motivasi ilmiah semata.
Kebanyakan setelah mengetahui kebenaran Islam, para orientalis itu masuk Islam.
[1]
Ismail Jakub, Orientalisme dan Orientalisten, Surabaya: CV. Faizan, t.th, hlm. 53
[2] Ibid.,
[3] Ibid.,
hlm. 54
[4] Ibid.,
[5] Ibid.,
hlm. 55
[6] Ibid.,
[7]
Hasnain Batth, Ilmu Perbandingan Agama, Yogyakarta:
Menara Kudus, 2004, hlm. 65
[8]
Ismail Jakub, op.cit., hlm. 56
[9] Ibid.,
hlm. 61
[10]
Hasnain Batth, op.cit., hlm. 15
[11]
Ismail Jakub, op.cit.,
[12] Ibid.,
[13] Ibid.,
[14]
A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, Yogyakarta:
Yayasan Nida, 1969, hlm. 28
[15]
Ismail Jakub, op.cit., hlm. 62
[16] Ibid.,
hlm. 63
[17] Ibid.,
0 comments:
Post a Comment