Kekerasan dalam
rumah tangga acapkali kita lihat, kita dengar, bahkan ada pernah mengalaminya
dan menyebabkan traumatik tersendiri bagi yang mengalaminya secara langsung.
Semakin
meningkatnya angka kekerasan dalam rumah tangga ini menyebabkan sebagian
masyarakat tergugah untuk membantu mengurangi angka kekerasan dalam rumah
tangga dengan cara membuka sebuah Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI).
Dan LBHI ini berguna
untuk menampung segala keluh kesah tentang hal ihwal yang melanda kehidupan
keluarga mereka, memberikan saran-saran yang bermanfaat untuk memperbaiki atau
membangun kembali keutuhan rumah tangga.
Tetapi tampaknya
niat baik ini kurang mendapat sambutan hangat dari masyarakat, mereka cenderung
tertutup akan permasalahan yang mereka hadapi dengan dalih “ini adalah permasalahan
keluarga dan bukan untuk konsumsi publik”, sehingga mereka enggan untuk
terbuka dalam masalahnya.
Tentu saja hal
ini menyulitkan LBH dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mereka yang
membutuhkan bantuan, padahal sudah berbagai macam cara dilakukan untuk menarik
simpati dari masyarakat, tapi karena rasa hormat yang tinggi terhadap
pasangannya dan minimnya pengetahuan mereka tentang hak dan kewajiban mereka
dalam kehidupan rumah tangga sehingga mereka enggan untuk mengungkapkan apa
yang telah terjadi dalam kehidupan keluarga mereka.
Jika kita tarik
benang merah, kekerasan dalam rumah tangga dipicu oleh berbagai faktor:
1.
Rasa cemburu yang berlebihan
Rasa cemburu
yang berlebihan menyebabkan kurang bebasnya pergerakan pasangan kita, baik
dalam bergaul maupun bekerja, karena segala gerak-gerik perilaku kita selalu
dicurigai.
2.
Faktor perekonomian
Memang tidak
semua keluarga yang mempunyai perekonomian menengah ke bawah ini mempunyai
masalah dengan kekerasan rumah tangga, tetapi sebagian besar keluarga yang
mempunyai perekonomian menengah ke bawah rentan dengan masalah kekerasan. Hal
ini dikarenakan rasa emosi yang muncul akibat tidak semua kebutuhan rumah
tangga terpenuhi.
3.
Faktor hadirnya pihak ketiga
Untuk faktor
yang ketiga ini memang faktor yang paling ditakuti dalam kehidupan rumah
tangga, karena dengan faktor hadirnya pihak ketiga dalam rumah tangga ini akan
memecah konsentrasi keharmonisan, kasih sayang bahkan komunikasi antara
suami-istri. Banyak sekali kasus gagalnya rumah tangga seseorang akibat
hadirnya pihak ketiga. Contoh: kasus Fahri Indarto yang merupakan suami dari
Elma Theana yang kehidupan keluarga mereka kandas karena hadirnya Julianda
Baros seorang pengusaha travel.
Ketiga faktor
ini saling berhubungan satu sama lain dan ini tidak bisa dipisahkan.
Dan akibat
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga sangat bervariasi dan hal yang bersifat
fisik sampai psikis, dampak yang berupa fisik ini antara lain: memar, luka
bahkan bisa sampai cacat.
Dan dampak yang
berupa psikis adalah trauma, psychoses (kelainan jiwa) karena terlalu banyak
memendam perasaan psikosomatik.
Pandangan
al-Qur’an tentang Kekerasan Rumah Tangga
Sebenarnya di
dalam al-Qur’an telah mengatur tata cara pergaulan antara suami istri, hak-hak
mereka dan kewajiban mereka, tentang bagaimana sebuah keluarga itu seharusnya
berjalan, tetapi banyak sekali hal-hal yang tidak bisa diterapkan dalam
kehidupan sekarang, hal ini dikarenakan konteks permasalahan yang berbeda.
Ayat-ayat al-Qur’an
turun disesuaikan dengan kehidupan bangsa Arab pada saat itu yang berguna untuk
memperbaiki kejahiliyahan mereka, baik dalam moral, fakir maupun tradisi /
budaya dan untuk diterapkan pada zaman sekarang (zaman modern) dirasa kurang
sesuai hal ini dikarenakan permasalahan semakin lama semakin berkembang.
Ada beberapa ayat al-Qur’an yang kurang bisa
di adaptasi pada zaman sekarang seperti di dalam QS. Al-Ahzab 59 yang
memerintahkan memakai kerudung sampai tertutup semua aurat. Hal ini dimaksudkan
agar para wanita terhindar dari gangguan dan lebih mudah untuk dikenali.
Padahal pada
zaman sekarang performance atau “good style” sangat dibutuhkan dalam sebuah
pergaulan, baik pergaulan anak muda, pergaulan ibu-ibu dalam arisan maupun
pergaulan para executive dalam menjalin bisnis dengan relasinya.
Jika dalam
perkembangannya pasangan kita memaksakan kita untuk mengikuti gaya hidup
seperti yang tercantum di atas, maka kebebasan yang kita miliki akan terkurung
dalam sebuah paradigma yang dogmatis dan ini akan menimbulkan gejolak untuk
melepaskan diri dari keterkungkungan tersebut, dan ini akan menimbulkan
percekcokan atau ketidakharmonisan dan akan berbuntut pada sebuah kekerasan
dalam rumah tangga.
Cara menanggulanginya
Kekerasan dalam
rumah tangga sebenarnya bisa diatasi atau ditanggulangi dengan berbagai macam
cara dan keharmonisan bisa tercipta jika dalam suatu hubungan itu terdapat
komunikasi yang lancar.
Komunikasi
merupakan salah satu cara yang vital dalam menciptakan keluarga yang harmonis
karena dengan komunikasi yang lancar kita dapat mengetahui apa yang diinginkan
pasangan kita.
0 comments:
Post a Comment