Hadits I
1795- حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ، قال: إِنَّ
أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ
يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً
مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ
بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ
سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ
فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا
يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ
فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ.
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Mas’ud Rasulullah telah menceritakan kepada kita, “Sesungguhnya
(proses penciptaan) seseorang berada dalam perut ibunya selama 40 hari,
kemudian berbentuk segumpal daging selama 40 hari. Kemudian Allah mengutus
malaikat untuk mencatat empat perkara, yaitu rizkinya, ajalnya, nasib baiknya
maupun celakanya, lalu ditiupkan ruh ke dalamnya. Demi Allah maka sesungguhnya
seseorang yang melakukan amal ahli neraka, sehingga antara dia dengan surga
hanya sehasta, tetapi ada ketentuan dalam suratan pertama, kemudian dia beramal
ahli surga dan akhirnya ia masuk ke surga. Dan adakalanya seseorang berbuat
amal ahli surga hingga tidak ada jarak antara ia dengan surga kecuali hanya
sehasta, tetapi ada ketentuan dalam suratannya ia beramal seperti ahli neraka
dan akhirnya masuklah ia ke dalam neraka.
Yang dimaksud dengan ditetapkannya empat perkara di dalam hadits di atas
adalah bahwa setiap manusia akan ditentukan apakah ia akan bernasib baik maupun
celaka dalam kehidupannya. Kedua hal tersebut tidak ditetapkan pada seseorang
secara bersamaan, meskipun hal itu mungkin saja terjadi. Sedangkan ketetapan
nasib baik dan celakanya seseorang ditentukan pada akhir hayatnya.
Dalam masalah
rizqi yang menjadi ketetapan adalah kualitas dan kuantitasnya. Sedangkan yang
terakhir adalah penentuan umurnya, apakah umurnya panjang atau pendek, semua
itu akan mempengaruhi amal perbuatan yang akan dilakukan oleh yang
bersangkutan.
Hadits di atas,
mengisyaratkan bahwa secara lahiriah nasib seseorang tidak dapat di ukur dengan
apa yang ia lakukan pada waktu hidup di dunia. Seseorang yang tatkala didunianya
beramal sholeh ternyata ia termasuk orang yang celaka di akhiratnya. Sedangkan
seseorang yang didunianya sering melakukan dosa besar, ternyata ia tergolong ke
dalam penduduk surga. Hal ini menandakan bahwa ketetapan Allah tidak dapat
diubah dan ini dapat diketahui pada diri seseorang ketika ajal menjemputnya.
Oleh karena itu seseorang janganlah merasa mendapat jaminan di akhirat sebab
amalnya dan haruslah selalu memperbaiki diri serta berprasangka yang baik
kepada Allah, kapan dan dimanapun.
Hadits di atas
juga mengingatkan kepada kita bahwa dibangkitkannya manusia setelah mati adalah
benar. Karena dzat yang mampu menciptakan manusia dari air yang hina kemudian
merubahnya menjadi segumpal darah lalu menjadi segumpal daging dan selanjutnya
meniupkan ruh ke dalamnya pasti juga mampu membangkitkan jasad yang telah
hancur lebur dan bercerai berai. Di samping itu, sesungguhnya dia juga mampu
menciptakan manusia tanpa melalui proses yang alami, namun karena rahmatnya
yang begitu besar kepada sang ibu, air hina yang menjadi cikal bakal manusia
itupun tidak spontanitas jadi bayi yang siap lahir. Peristiwa ini merupakan
suatu hikmah yang patut disyukuri bagi orang-orang yang mau berpikir.
Setiap mukalaf
dapat dipastikan tidak dapat mengetahui dimana posisinya di saat dirinya keluar
dari alam dunia. Hanya ada satu cara untuk menyelamatkan dirinya sendiri yaitu
tunduk dan melakukan apa saja yang diperintahkan Allah kepadanya. Karena segala
sesuatu yang dilakukan manusia merupakan indikasi dari apa yang menjadi tempat
kembalinya besok di hari akhir, meskipun dalam sebagian kasus ada ketentuan
lain yang merubah arah tujuan semula, namun hal ini janganlah dianggap sebagai
sesuatu yang dominan. Justru harus sebaliknya manusia harus mampu menciptakan kehidupannya
sendiri, baik di dunia maupun di akhirat dengan berusaha semaksimal mungkin
serta mencurahkan segala kemampuannya untuk berbakti kepada dzat yang mengatur
kehidupannya.
Hadits II
1697 - حَدِيثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كُنَّا فِي
جَنَازَةٍ فِي بَقِيعِ الْغَرْقَدِ فَأَتَانَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَعَدَ وَقَعَدْنَا حَوْلَهُ وَمَعَهُ مِخْصَرَةٌ فَنَكَّسَ
فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِمِخْصَرَتِهِ ثُمَّ قَالَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ مَا مِنْ
نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ إِلاَّ وَقَدْ كَتَبَ اللهُ مَكَانَهَا مِنَ الْجَنَّةِ
وَالنَّارِ وَإِلاَّ وَقَدْ كُتِبَتْ شَقِيَّةً أَوْ سَعِيدَةً قَالَ فَقَالَ
رَجَلٌ يَا رَسُولَ اللهِ أَفَلاَ نَمْكُثُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ فَقَالَ
مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَسَيَصِيرُ إِلَى عَمَلِ أَهْلِ
السَّعَادَةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ فَسَيَصِيرُ إِلَى عَمَلِ
أَهْلِ الشَّقَاوَةِ فَقَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ أَمَّا أَهْلُ
السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا أَهْلُ
الشَّقَاوَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ ثُمَّ قَرَأَ (
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى)
Hadits dari
Ali ra berkata : kami bersama jenasah di perkuburan “bani Ghirqod” maka Nabi
mendatangi kami kemudian beliau duduk dan kamipun duduk di sekitar beliau.
Beliau memakai ikat pinggang, kemudian Nabi berbalik dan melepas ikat
pinggangnya kemudian bersabda : tidaklah seseorang diantara beliau, tidaklah
tiap individu tercipta kecuali telah ditulis tempatnya di surga atau di neraka,
jika tidak maka telah ditulis untuknya akan celaka atau bahagia kemudian
seseorang laki-laki berkata : Wahai Rasulullah! Apakah kita akan berpegang
dengan apa yang telah tertulis dan ditetapkan dan kami meninggalkan amal? Barangsiapa
diantara kita adalah termasuk orang yang bahagia, maka akan dijadikan pada amal
yang bahagia. Barangsiapa dari kami adalah orang yang celaka, Nabi bersabda:
adapun orang yang ahli bahagia, maka akan dimudahkan untuk melakukan amal
kebahagiaan. Adapun ahli celaka, maka akan dimudahkan untuk melakukan celaka,
kemudian Nabi membaca (
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى)
Hadits III
1434 - حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
: أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ حَتَّى إِذَا كَانَ
بِسَرْغٍ لَقِيَهُ أَهْلُ اْلأَجْنَادِ أَبُو عُبَيْدَةَ ابْنُ الْجَرَّاحِ
وَأَصْحَابُهُ فَأَخْبَرُوهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ قَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ فَقَالَ عُمَرُ ادْعُ لِيَ الْمُهَاجِرِينَ اْلأَوَّلِينَ فَدَعَوْتُهُمْ
فَاسْتَشَارَهُمْ وَأَخْبَرَهُمْ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ
فَاخْتَلَفُوا فَقَالَ بَعْضُهُمْ قَدْ خَرَجْتَ ِلأَمْرٍ وَلاَ نَرَى أَنْ
تَرْجِعَ عَنْهُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ مَعَكَ بَقِيَّةُ النَّاسِ وَأَصْحَابُ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ نَرَى أَنْ تُقْدِمَهُمْ
عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ فَقَالَ ارْتَفِعُوا عَنِّي ثُمَّ قَالَ ادْعُ لِيَ اْلأَنْصَارَ
فَدَعَوْتُهُمْ لَهُ فَاسْتَشَارَهُمْ فَسَلَكُوا سَبِيلَ الْمُهَاجِرِينَ
وَاخْتَلَفُوا كَاخْتِلاَفِهِمْ فَقَالَ ارْتَفِعُوا عَنِّي ثُمَّ قَالَ ادْعُ لِي
مَنْ كَانَ هَاهُنَا مِنْ مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مُهَاجِرَةِ الْفَتْحِ فَدَعَوْتُهُمْ
فَلَمْ يَخْتَلِفْ عَلَيْهِ رَجُلاَنِ فَقَالُوا نَرَى أَنْ تَرْجِعَ بِالنَّاسِ
وَلاَ تُقْدِمَهُمْ عَلَى هَذَا الْوَبَاءِ فَنَادَى عُمَرُ فِي النَّاسِ إِنِّي
مُصْبِحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَأَصْبِحُوا عَلَيْهِ فَقَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ
الْجَرَّاحِ أَفِرَارًا مِنْ قَدَرِ اللهِ فَقَالَ عُمَرُ لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا
يَا أَبَا عُبَيْدَةَ وَكَانَ عُمَرُ يَكْرَهُ خِلاَفَهُ نَعَمْ نَفِرُّ مِنْ
قَدَرِ اللهِ إِلَى قَدَرِ اللهِ أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَتْ لَكَ إِبِلٌ فَهَبَطَتْ
وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ إِحْدَاهُمَا خَصْبَةٌ وَاْلأُخْرَى جَدْبَةٌ أَلَيْسَ
إِنْ رَعَيْتَ الْخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ وَإِنْ رَعَيْتَ الْجَدْبَةَ
رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ قَالَ فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ وَكَانَ
مُتَغَيِّبًا فِي بَعْضِ حَاجَتِهِ فَقَالَ إِنَّ عِنْدِي مِنْ هَذَا عِلْمًا
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا سَمِعْتُمْ
بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ
بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ قَالَ فَحَمِدَ اللهَ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ ثُمَّ انْصَرَفَ.
Sesungguhnya
Umar bin Khattab pergi ke Syam, hingga ketika sampai di daerah “Sargh[1]”
dijumpai oleh pemimpin Ajnad[2],
yaitu Abu Ubaidah bin Jarah dan para sahabatnya. Maka mereka mengabari Umar
bahwa “bencana penyakit telah melanda di bumi Syam”. Ibnu Abbas berkata:
“kemudian Umar berkata panggilkan pada saya para sahabat Muhajirin yang
terdahulu, kemudian (Abu Ubaidah) memanggil mereka (muhajirin) kemudian memberi
isyarat kepada mereka dan mengabari mereka bahwa bencana penyakit telah melanda
Syam, kemudian mereka (Muhajirin) berbeda pendapat. Kemudian diantara mereka
berkata: beserta anda adalah sisa manusia dan para sahabat Rasul, dan kami
tidak melihat anda membuat mereka berani melawan bencana penyakit ini, kemudian
Umar berkata: “menyingkirlah dariku” kemudian berkata: panggilkan sahabat
Anshar. Kemudian Abu Ubaidah memanggil mereka dan memberi isyarat kepada
mereka, mereka berlaku sama seperti yang dilakukan Muhajirin, dan berbeda
pendapat seperti mereka, kemudian Umar berkata: pergilah kalian dariku!
Kemudian umar berkata: panggilkan orang disini dari sesepuh Quraisy yang ikut
berhijrah. Kemudian aku memangilnya dan diantara mereka ada 2 orang yang tidak
membantah berita ini. Kemudian mereka berkata: kami melihat anda kembali
bersama orang-orang dan tidak mendahulukan mereka mengenai bencana penyakit
ini. Kemudian Umar berseru kepada orang-orang: sesungguhnya aku orang yang
berpergian diwaktu subuh, maka pergilah kalian diwaktu subuh, maka apabila
kalian diwaktu subuh. Abu Ubaidah berkata: Apakah karena lari dari takdir
Allah? Umar berkata: Hanya anda yang berkata seperti itu wahai Abu Ubaidah! Iya
kita lari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Beritahu kepadamu, jika
anda mempunyai unta yang menuruni lembah sungai yang mempunyai dua tepian,
salah satunya subur dan satunya lagi tidak subur (kering). Bukankah jika anda
menggambarkannya di tanah yang subur, maka anda mengembalikan dengan takdir
Allah dan jika anda mengembalikan di tanah yang kering maka Allah mengembalikan
dengan takdir Allah? Kemudian Ibnu Abbas berkata: kemudian datang Abu Rahman
bin Auf dan dia tidak melaksanakan sebagian hajatnya kemudian berkata:
sesungguhnya saya mempunyai pengetahuan mengenai hal ini, saya mendengar Rasul
bersabda: “Jika kalian mendengar suatu bencana penyakit di suatu daerah maka
janganlah kalian mendatanginya dan jika kalian berada di daerah yang terkena
bencana tersebut maka janganlah kalian keluar untuk lari dari daerah tersebut”.
Yang dimaksud dengan bencana dalam hadits di atas adalah tho’un yaitu
semacam wabah penyakit yang menyerang siapa dan merenggut nyawa dalam waktu
yang sangat singkat. Jika suatu daerah telah terserang suatu bencana, maka
dapat dikatakan bahwa bencana tersebut telah ditetapkan sebelumnya kepada
penduduk setempat. Dalam menyikapi masalah ini hadits di atas memberi solusi
yang tepat dan sesuai aturan syariat bagi kaum muslimin.
Hadits di atas
memperbolehkan seseorang agar menghindar dari suatu malapetaka yang ada di
suatu daerah. Karena hal ini termasuk mencegah diri agar kita tidak terjerumus
ke dalam lembah kehancuran. Tetapi bagi mereka yang kuat keyakinannya dan tulus
niatnya diperbolehkan menyongsong malapetaka tersebut.
Sedangkan bagi
orang yang ingin menyelamatkan diri dari takdir Allah sebagaimana tersebut di
atas, tetap masih diperbolehkan dengan catatan tujuan utamanya bukanlah
melarikan diri dari ketetapan Allah. Hal ini sebagaimana seseorang yang terkena
wabah penyakit dan berusaha mengobatinya di luar daerah bencana. Meskipun ada
unsur melarikan diri dari takdir Allah, agar tidak terkena takdir Allah yang
lain dengan senantiasa meluruskan niat dan selalu berprasangka baik kepada-Nya.
[1]
Desa di sekitar Tabuk dekat Syam
[2]
Ajnad adalah kelima kota
di Syam yaitu Palestina, Jordan, Damaskus, Hams, dan
Qonsurin.
0 comments:
Post a Comment