Kompleksitas permasalahan yang
terjadi dalam pergaulan anak muda dewasa ini, diperlukan suatu penyelesaian
yang komprehensif dan menyentuh pada akar permasalahan. Pergaulan muda-mudi
yang cenderung vulgar semakin tidak mengenal usia. Pergaulan bebas yang
menyebabkan degradasi moral tidak hanya terjadi pada orang dewasa, bahkan
anak-anak dan remaja pun mulai meniru perbuatan-perbuatan yang semestinya belum
layak untuk dilakukannya.
Betapa banyaknya manusia yang
tergelincir ke lembah kehinaan, akibat tidak dapat menjaga nafsu perut dan
kemaluan, dan pada akhirnya menjadi budaknya. Seperti halnya binatang, yang hidupnya
hanyalah mengikuti hawa nafsu yang bersumber dari perut dan kemaluannya.
Manusia menurut fitrahnya tidak
akan sanggup menahan nafsu syahwatnya, kecuali manusia yang tidak normal yang
dapat meninggalkan pernikahan. Islam adalah agama fitrah yang menyalurkan
sesuatu menurut semestinya, karena kerusakan di atas dunia berpangkal kepada
keserakahan hawa nafsu, dan nafsu kebirahian kepada lawan jenisnya menjadi dorongan
untuk mencapai tujuan bagi yang tidak dapat mengendalikan dirinya.[1]
1.
Pengertian
syahwat
Kalimat syahwat disebut al-Qur'an dalam berbagai kata
bentukannya sebanyak tiga belas kali, lima kali di antaranya dalam bentuk masdar, yakni dua kali
dalam bentuk mufrad dan tiga kali dalam bentuk jama’.[2]
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan syahwat
yaitu nafsu atau keinginan bersetubuh, kebirahian.[3] Dalam Oxford Dictionary syahwat atau nafsu diartikan dengan strong sexual desire[4],
keinginan seksual yang kuat.
Bahasan syahwat dalam
al-Qur’an ada beberapa arti, diantaranya, kebutuhan syahwat pada diri manusia
adalah kebutuhan mendasar dan fitrah manusia itu sendiri, sebagaimana firman
Allah SWT:
“Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita…”. (QS. Ali Imran: 14)
Selain itu,
term syahwat lainnya yang kaitannya dengan cara berpikir, yakni mengikuti pikiran orang hanya karena mengikuti
hawa nafsu seperti dijelaskan dalam QS.
an-Nisa: 27
Dan Allah hendak menerima
taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu
berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).
Yang ketiga,
syahwat yang berhubungan dengan perilaku seks menyimpang,
sebagaimana firman Allah SWT:
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada
mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS.
Al-A’raf: 81)
Dari ayat-ayat
tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan
ataupun hasrat yang alami, tinggal bagaimana sang penerima syahwat itu
mengelolanya dengan baik dan benar.
Al-Quran
sendiri sangat terbuka dengan menampilkan ayat-ayat tentang syahwat dalam
konteks “rekreasi”. Namun pola “rekreasi-seksual” ini sangat
maskulin, sesuai dengan konteks kehidupan saat itu yang didominasi oleh
laki-laki. Al-Quran menggunakan terminologi seperti istimta’ (memperoleh
kenikmatan seksual), syahwah (birahi), rafats (senggama) yang
diperoleh laki-laki dari perempuan. Misalnya dalam QS. An-Nisa’: 24 dan QS.
Al-Baqarah: 187
Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna. (QS. An-Nisa’:
24)
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka. (QS. Al-Baqarah: 187).
2.
Konsep Pengendalian
Syahwat Farji
Tidak
mudah memang mengendalikan nafsu, apalagi yang namanya nafsu syahwat atau
birahi. Dibutuhkan kemauan yang kuat, prinsip, disiplin diri dan tentu saja
lindungan dari Allah SWT. Setiap orang saya yakin tahu teori cara mengendalikan
nafsu, akan tetapi memang dalam pelaksanaannya dibutuhkan kesungguhan dan niat
yang kuat.
a.
Dzikir
Menurut Thohuri Muhammad Said, dzikir menurut istilah
adalah mengucapkan kalimat suci yang menggerakkan hati untuk selalu ingat
kepada Allah Ta’ala seperti kalimat Lailahaillallah.[5]
Seseorang
yang mengingat Allah, maka Dia-pun akan mengingat dan melindungi kita dari
godaan setan. Ketika kita berzikir, perasaan menjadi tenang dan damai, pikiran
pun menjadi bersih dan jernih.
b.
Puasa
Jika dalam agama Budha dikenal adanya ajaran yang mengendalikan
kesenangan (hidup adalah samsara, samsara disebabkan karena adanya
keinginan, untuk menghilangkan samsara dilakukan dengan cara menghilangkan keinginan,
dan untuk menghilangkan keinginan harus mengikuti metode delapan jalan
kebenaran, yaitu; pengertian
yang benar, pikiran yang benar, ucapan yang benar, perbuatan yang benar, mata
pencaharian yang benar, usaha yang benar, perhatian yang benar dan semedi (perenungan)
yang benar), maka dalam Islam dikenal
adanya ajaran yang mengendalikan nafsu syahwat, seperti menikah, puasa, zakat,
sedekah, dan zuhud.[6]
Rasulullah
telah memberikan sebuah antisipasi yang sangat jelas yaitu dengan melaksanakan
ibadah puasa bagi mereka yang belum memiliki kemampuan untuk melaksanakan
pernikahan. Puasa yang makna awalnya menahan berfungsi sebagai benteng dan
tameng dari hawa nafsu syahwat yang merupakan naluri setiap manusia untuk
menyalurkan kebutuhan seksualnya. Menikah merupakan satu-satunya jalan
yang dihalalkan untuk memenuhi kebutuhan biologis antara laki-laki dan
perempuan. Maka bagi yang belum mampu memenuhi prasyarat pernikahan hendaknya
memperbanyak ibadah puasa untuk menjaga hati dan menjaga diri dari nafsu
syahwat farji.
Sebagaimana Hadits Nabi Muhammad saw:
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ[7]
Wahai para pemuda barangsiapa
yang sanggup diantaramu memberi nafkah, maka hendaklah menikah, karena menikah
membatasi pandangan dan memelihara kemaluan, barangsiapa yang belum mampu
(memberi nafkah) maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu melemahkan nafsu.
c.
Pendidikan seks mulai usia
remaja
Seks merupakan
salah satu kenikmatan hidup yang paling kontroversial, tapi selalu menarik
untuk diwacanakan maupun dipraktekkan sepanjang masa. Oleh karena itu, seks
selalu menjadi perdebatan. Namun setiap perdebatan selalu merembes kepada unsur
negatif dari seks itu sendiri yaitu seks bebas. Seks mempunyai makna yang luas
berdimensi biologis, psikologis, dan sosiokultural. Seks selalu menarik untuk
diwacanakan dan dipraktekkan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi di
masyarakat.
Apa pentingnya
pendidikan seks? Pendidikan seks sangat penting untuk usia remaja, mereka belum
paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa
membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu. Sehingga dari ketidakpahaman
tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan
anatomi reproduksinya.
Beda halnya
yang terjadi pada masyarakat Jawa, karena ada rasa tabu dalam pembicaraan seks,
orang Jawa memiliki simbol lingga yoni. Lingga melambangkan falus
atau penis, alat kelamin laki-laki. Yoni melambangkan vagina,
alat kelamin perempuan. Simbol-simbol ini sudah lama dipakai oleh masyarakat
nusantara sebagai penghalusan atau pasemon dari hal yang dianggap jorok.
Simbol lain seperti lesung alu, munthuk cobek, dan sebagainya juga
bermakna sejenis. Pelukisan seksual dalam khazanah filsafat Jawa dikenal dengan
isbat curiga manjing warangkayang arti lugasnya adalah keris
masuk ke dalam sarungnya.[8]
Contohnya: Monas dan Gedung DPR yang juga merupakan simbol lingga-yoni.
SIMPULAN
Fitrah manusia sebagai makhluk
Tuhan salah satunya adalah mengendalikan syahwat farjinya.
Syahwat dalam al-Qur’an
ada beberapa arti, diantaranya: kebutuhan syahwat pada diri manusia adalah
kebutuhan mendasar dan fitrah manusia itu sendiri, mengikuti pikiran
orang hanya karena mengikuti
hawa nafsu dan syahwat yang berhubungan dengan perilaku seks menyimpang.
Mengendalikan syahwat farji
gampang-gampang susah, gampang diucapkan namun sangat sulit sekali untuk
dikerjakan. Dibutuhkan kemauan yang kuat, disiplin diri dan selalu memohon
perlindungan kepada Allah SWT.
[1]
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan dalam Masalah Nikah, Talak, Rujuk, dan
Hukum Kewarisan, Jakarta: Yayasan Ihya Ulumuddin, 1971, hlm. 78
[2]
Achmad Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern: Jiwa dalam
Al-Qur’an, Jakarta:
Paramadina, 2000, hlm. 156.
[3]
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka,, 1976, hlm. 985. Lihat juga, http://kbbi.web.id/syahwat
[5]
Thohuri Muhammad Said, Melerai Duka Dengan Dzikir Malam, Bandung: PT.
Al-Ma’arif, 1987, hlm. 11.
[6]
Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an-Nafsiy (Konseling
Agama Teori dan Kasus), Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2000, hlm. 38.
[7]
Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, 1993, hlm. 638.
[8]
Hariwijaya, Seks Jawa Klasik, Yogyakarta: Niagara Pustaka Sufi, 2004, hlm.
78.
0 comments:
Post a Comment