PENDAHULUAN
Perbuatan-perbuatan luar biasa tidak hanya terdapat di dalam agama samawi
saja, tetapi juga terdapat di dalam lingkungan aliran kebatinan. Kalau di dalam
agama samawi Mukjizat dan Karamah, di dalam lingkungan kebatinan
di sebut Okultisme.
Mukjizat diperuntukkan bagi pada Nabi dan Rasul Allah sebagai bukti
kebenarannya. Karamah diberikan bagi para Wali Allah, sedangkan Okultisme
diberikan kepada penganut aliran kebatinan yang taat dan alim, yakni Manunggaling
Kawulo Gusti.
Baik mukjizat, karamah maupun okultisme sulit dijelaskan dengan hukum
kausalitas, bagaimana sebab-akibat terjadinya sesuatu, akal dan ilmu
pengetahuan manusia pun tidak bisa menjelaskan peristiwa-peristiwa tersebut.
Untuk itu yang akan mendapat “stressing” di dalam makalah ini;
pengertian dari Okultisme, Mukjizat dan Karamah; dan sekilas gambaran dari
ketiga hal tersebut.
PEMBAHASAN
1.
Okultisme
Pengertian
Okultisme adalah filsafat tentang hal-hal tersembunyi,
filsafat ini meliputi ajaran yang mengakui eksistensi fenomon-fenomon
supernatural dan kekuatan gaib yang melampaui penalaran ilmu pengetahuan, yang
termasuk dalam kategori okultisme adalah segala yang bersifat Pseudo ilmiah
atau praktek-praktek seperti magis, alkimia, astrologi, ramalan, kemampuan
tembus pandang atau spiritisme.[1]
Sementara itu di dalam buku lain menyebutkan okultisme
adalah ilmu tentang rahasia-rahasia jiwa dan latar belakang bawah sadar dari
budi menginventarisasikan banyak peristiwa luar biasa, aneh dan gaib.[2]
Mengamati segala macam gejala yang ada, okultisme
dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu (1) Yang terjadi pada orang
tertentu dalam situasi menyerupai tidur; termasuk juga dalam keadaan sakit
tertentu yang dapat mengakibatkan kekacauan indera seseorang, sehingga dapat
mengakibatkan kekacauan indera seseorang, sehingga dapat mengakibatkan
kesalahan persepsi. Kategori ini juga meliputi aktivitas tidak normal dari alam
bawah sadar, entah dalam keadaan tidur dan mimpi, atau dalam situasi histeris;
(2) Yang terjadi diluar indera manusia normal atau bertentangan dengan indera
itu sendiri. Keadaan ini dapat berlangsung dalam keadaan sadar atau keadaan
tidak sadar. Misalnya berkomunikasi dalam situasi mental tanpa ekspresi indrawi
normal, atau mempengaruhi dan menguasai kemauan seseorang; (3) Yang
preternatural, semacam praktek okultisme yang melibatkan makhluk-makhluk tanpa
badan seperti arwah orang mati, atau bersifat spiritual murni, seperti makhluk
halus, roh termasuk cerita-cerita.[3]
Contoh-contoh dari Okultisme dalam Aliran Kebatinan
dan Kepercayaan:
a)
PPK SUBUD, singkatan dari
Perkumpulan Persaudaraan Kejiwaan Susila Budi Darma, pendirinya Muhammad Subuh
Sumohadiwijoyo. Kira-kira tahun 1958 ada seorang bintang film Amerika bernama
Eva Bartok sedang hamil tua dan menurut beberapa orang dokter dan profesor
melahirkannya harus dengan pembedahan (di operasi), tidak dapat melahirkan
dengan jalan biasa, karena lubang antara kedua tulang pinggul yaitu jalan untuk
melahirkan terlalu kecil, Eva berusaha agar dapat melahirkan dengan jalan
biasa, tidak di operasi. Dalam hal ini Ia minta tolong kepada Pak Subuh, yang
kebetulan pada waktu itu ada di Amerika. Oleh Pak Subuh diusahakan dengan jalan
latihan kejiwaan dan berhasil. Eva Bartok melahirkan dengan jalan biasa tanpa
operasi. Kejadian ini banyak yang mengetahuinya dan dimuat dalam surat kabar seluruh
dunia.
Sejak itu, nama Pak Subuh populer, sehingga pada waktu
Kongres Internasional SUBUD di Jakarta pada tahun 1971, pengunjungnya dari 79
negara.
Selanjutnya Pak Subuh juga menerangkan kepada
pengikut-pengikutnya di Lima (Peru), bahwa ia pernah kejatuhan Nur, di bedah
dadanya oleh seseorang berpakaian jubah dan serban, kemudian darahnya segumpal
diambil, diganti dengan segumpal Nur. Juga pernah kejatuhan buku besar “Woorden
Book Van Dalen”, di dalamnya berisi apa-apa yang akan terjadi, juga sebuah
Atlas Dunia jatuh dan di dalamnya berisi bermacam-macam bangsa, dan masih ada
lagi beberapa kejadian yang lain.
b)
Menurut Raden Sunarto
Martowardojo, pencipta ajaran Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal). Ia pada
tanggal 14 Februari 1932, pukul 17 mendapat wahyu “Suksma Kaucekas”,
yang menguasai seluruh alam, untuk meratakan (menyampaikan) kepada siapa
saja yang mungkin, tidak dengan paksaan, tentang ilmu sejati, Petunjuk Yang
Nyata, yaitu petunjuk yang menunjukkan jalan yang benar, jalan yang dapat
sampai kepada asal-usul mula hidup.
c)
Kak Rahim, nama aslinya Abdur
Rahim, asal Banten, oleh murid-muridnya biasa dipanggil kaka tinggal di Petojo,
Jakarta,
pemimpin dari perkumpulan mistik / kebathinan Darul Anom. Perbuatannya yang
luar biasa suka mengobat-obati dengan huruf Alif Merah, caranya direndam
dalam air atau ditempelkan pada dinding atau tembok, di atas pintu dan
sebagainya, untuk penangkal bala, kata murid-muridnya juga sering memberikan
petunjuk jalan hidup, bahkan kadang-kadang dipanggilnya juga ke Istana Negara
(Kepresidenan) waktu Orde Lama. Pada tahun 1966 meninggal dunia, jadi waktunya
hampir bersamaan dengan runtuhnya Orde Lama.
2.
Mukjizat
Pengertian
Mukjizat berasal dari bahasa Arab : Mu’jizat,
bentuk jamaknya Mukjizatun, berasal dari : a’jaza, mu’jizat,
artinya yang melemahkan.
Definisi mukjizat menurut al-Jurjani adalah pekerjaan
luar biasa yang membawa kebaikan dan kebahagiaan yang disertai dengan pengakuan
kenabian dan bertujuan untuk membuktikan kebenaran orang yang mengaku menjadi
Nabi atau Rasul Allah.[4]
Menurut al-Zarqani adalah perkara yang menyimpang dari
kebiasaan dan keluar dari hukum kausalitas yang sudah terkenal, diciptakan
Allah melalui orang yang mengaku menjadi Nabi, sebagai bukti kebenaran
pengakuannya.
Keadaan alam berjalan menurut hukum alam yang sangat
teratur dan merupakan hubungan sebab akibat yang tidak pernah menyimpang. Jika
terjadi sesuatu penyimpangan suatu akibat dari sebab-sebabnya, atau timbul dari
suatu peristiwa tanpa adanya sebab, seperti anak lahir tanpa bapak, atau
gerakan yang timbul dari benda mati yang tidak dapat bergerak, atau api menjadi
dingin yang seharusnya panas, maka akal pasti akan menetapkan bahwa peristiwa
yang demikian itu di atas sebab dan akibat, dan jika akal terus menelusuri
lebih jauh lagi pasti akan sampai pada keyakinan bahwa yang menyimpangkannya
dari hubungan kausalitas itu adalah pencipta alam ini, yang dapat melakukan apa
saja yang Dia kehendaki, tidak terikat pada hukum alam. Perkara yang menyimpang
dari kebiasaan atau hukum alam tersebut adalah merupakan bukti kebenaran bagi
orang yang mengaku memperoleh wahyu dari Allah; sebab tidak ada yang dapat
mengubah alam ini selain Allah, inilah yang dinamakan mukjizat menurut Manna
al-Qathan.[5]
Para ulama telah
menetapkan lima
syarat yang harus dipenuhi bagi suatu mukjizat, jika kurang salah satu maka
perbuatan itu bukanlah mukjizat, yaitu:
1)
Tidak dapat dilakukan kecuali oleh
Allah semata
2)
Menyimpang dari kebiasaan dan
bertentangan dengan hukum alam
3)
Dipersaksikan oleh orang yang
mengaku Nabi untuk membuktikan kebenaran pengakuannya.
4)
Terjadi sesuai dengan pengakuan
Nabi
5)
Tidak ada seorang pun yang dapat
menandingi mukjizat itu.
Sementara itu Muhammad Ali Ashshobuni membagi mukjizat
menjadi dua macam:[6]
(1)
Maddiyat Hissiyat, yaitu
mukjizat yang bersifat kebendaan yang dapat dilihat dan diraba. Mukjizat macam
itu sebagian besar diberikan kepada para Nabi yang diutus sebelum Nabi Muhammad
SAW. Mukjizat Hissiyat itu hilang bersama berlalunya masa kenabian dan tidak
ada yang menyaksikannya kecuali orang-orang yang hidup semasa dengan mukjizat
itu. Misalnya :
a/.
Mukjizat yang diberikan pada Nabi
Ibrahim, karena Dia di utus pada kaum yang menyembah api, maka mukjizatnya
berupa padamnya api, dan dinginnya tanpa sebab, sebagai bukti kelemahan api
yang disembah kaumnya. Hal ini termuat dalam al-Qur’an surat al-Anbiya ayat 68 dan 69
b/.
Mukjizat Nabi Musa disesuaikan
dengan keadaan Mesir pada waktu itu, meluas dan meningkatnya ilmu sihir dan
ramalan, sehingga para ahli sihir memperoleh kedudukan yang istimewa di
kalangan mereka. Mukjizatnya antara lain tongkatnya menjadi ular yang
sebenarnya, dan tangannya menjadi putih bercahaya. Sebagaimana disebutkan dalam
al-Qur’an 7 : 106-107.
c/.
Mukjizat Nabi isa disesuaikan
situasi pada jamannya. Bani israil pada masa Nabi Isa menganut aliran
materialisme, mereka hanya percaya kepada materi, tidak beriman kepada yang
gaib, bahkan sebagian orang Yahudi tidak beriman akan adanya hari akhir. Oleh
karena itu mukjizat Nabi Isa mencakup :
@
Menunjukkan kekuasaan Allah
yang Maha Gaib, maka mukjizat Nabi Isa antara lain dapat menghidupkan orang
mati dengan izin Allah; dapat mengeluarkan mereka dari liang kubur dan
menurunkan makanan dari langit dengan izin Allah.
@
Merusak ikatan kausalitas
yang biasa berlaku, misalnya beliau sendiri dilahirkan tanpa bapak, sedang
menurut hukum sebab akibat, seorang tidak mungkin dapat dilahirkan tanpa adanya
bapak.
(2)
Ruhiyat ‘Aqliyyat, yaitu
mukjizat yang bersifat maknawi, yang tidak dapat diketahui kecuali dengan akal
dan pikiran. Allah telah mengkhususkan al-Qur’an sebagai mukjizat Aqliyyah yang
kekal sepanjang masa, agar para cendekiawan dapat menyaksikannya dan dapat
mengambil hidayahnya di masa sekarang dan masa yang akan datang.
3.
Karamah
Pengertian
Karamah berasal dari bahasa Arab Karamah, yang berarti
tidak lebih dan tidak kurang daripada pengertian mulia dan tinggi budi.[7]
Di dalam buku lain menyebutkan karamah adalah kekuatan
spiritual dan sifat-sifat fisik yang dianugerahkan kepada para wali. Ia
merupakan bagian dari keajaiban.[8]
Munculnya karamah bagi para wali adalah sesuatu yang
terkesan bahwa munculnya karamah tersebut merupakan perkara yang kejadiannya irasional.
Munculnya tidak menghilangkan dasar-dasar prinsipal agama. Maka salah satu
sifat wajib Allah SWT adalah al-Qudrat (kuasa) dalam mewujudkan karamah.
Apabila Allah Maha Kuasa mewujudkannya, maka tak satupun bisa menghalangi
kewenangan munculnya karamah tersebut.
Munculnya karamah merupakan tanda dari kebenaran orang
yang muncul dalam kondisi rohaninya. Siapa yang tidak benar, maka kemunculan
seperti karomah tersebut tidak diperkenankan. Hal yang menunjukkannya, bahwa
definisi sifat al-Qadim bagi Allah SWT sudah jelas. Sehingga kita bisa
membedakan antara orang yang benar dalam kondisi ruhaninya dan orang yang batil
dalam menempuh bukti, dalam masalah yang spekulatif. Pembedaan itu tidak bisa
dilakukan kecuali melalui keistimewaan wali. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan
oleh mereka yang mendakwahkan diri secara gegabah. Perkara tersebut tidak lain
adalah karamah itu sendiri.[9]
KESIMPULAN
Demikianlah tadi sekilas penjelasan mengenai Okultisme, Mukjizat dan
Karamah berikut contohnya. Ada
beberapa perbedaan diantara Okultisme, Mukjizat dan Karamah.
Perbuatan luar biasa di dalam agama samawi biasa disebut Mukjizat,
yaitu perbuatan luar biasa yang dianugerahkan Tuhan Allah kepada Nabi-Nabi
Utusan Allah, diluar kemampuan sendiri yang melakukan, tetapi Okultisme
(daya luar biasa pada aliran kebatinan) pada umumnya atas usahanya dan diakui hanya
pendapatnya, karena dasarnya parteistis, wihdatul wujud atau jumhuning
kawulo gusti bersatunya Tuhan dengan alam, dengan makhluk, atau dengan
manusia. Dengan demikian jelas Okultisme berbeda dengan mukjizat.
Sementara itu perbedaan antara mukjizat dan karamah terlihat pada karamat
tetap disembunyikan, sementara mukjizat melalui perintah Ilahi, ditunjukkan
guna menyeru dan mengajak manusia kepada kebenaran.[10]
Imam Abu Ishaq al-Isfirayainy berkata “Mukjizat merupakan bukti-bukti
kebenaran para Nabi. Dan bukti kenabian tidak bisa ditemukan pada selain Nabi,
sebagaimana aksioma akal merupakan bukti bagi ilmuwan yang menunjukkan jatinya
sebagai ilmuwan, tidak bisa ditemukan kecuali pada orang yang memiliki ilmu
pengetahuan”. Dia juga menegaskan, “Para wali memiliki karamah, yang serupa
dengan terijabahnya doa, bahwa karamah itu dikategorikan jenis mukjizat bagi
para Nabi, itu tidak benar”.[11]
Diantara perbedaan-perbedaan mukjizat dan karamah, bahwa mukjizat itu
diperintahkan untuk disebarluaskan. Sementara para wali harus menutupi dan
menyembunyikan karamah. Nabi mendakwahkannya dengan memastikan kebenaran
ucapannya. Sedangkan wali tidak mendakwahkannya, juga tidak memastikan melalui
karamahnya, sebab bisa jadi hal itu merupakan cobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Amanullah Amstrong, Kunci Memahami Dunia Tasawuf, Mizan, Bandung, 1996.
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Ringkas), Raja Grafindo
Persada, Jakarta,
1999.
Departemen Agama RI., Ensiklopedi Islam di Indonesia, IAIN
Jakarta, Jakarta,
1993.
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cipta Adi Pusaka, Bandung, 1990.
Imam al-Qusyairy an-Naisaburyi, Risalatul Qusyairiyah, Risalah
Gusti, Surabaya,
1997.
Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Ilmu Tarekat, IAIN Walisongo
Semarang, Semarang,
1997.
Rahmat Subagyo, Kepercayaan – Kebatinan Kerohanian Kejiwaan – dan
Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1976.
[1] Ensiklopedi
Nasional Indonesia,
Cipta Adi Pusaka, Bandung,
1990, hal. 263
[2]
Rahmat Subagyo, Kepercayaan – Kebatinan Kerohanian Kejiwaan – dan Agama,
Kanisius, Yogyakarta, 1976, hal. 60
[3] Ensiklopedi
Nasional Indonesia, loc.cit.,
[4]
Departemen Agama RI., Ensiklopedi Islam di Indonesia, IAIN Jakarta, Jakarta, 1993, hal. 794
[5] Ibid.,
hal. 794 - 795
[6] Ibid.,
hal. 795
[7]
Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh, Ilmu Tarekat, IAIN Walisongo Semarang, Semarang, 1997, hal. 105
[8]
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Ringkas), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 207
[9]
Imam al-Qusyairy an-Naisaburyi, Risalatul Qusyairiyah, Risalah Gusti, Surabaya, 1997, hal. 442
[10]
Amanullah Amstrong, Kunci Memahami Dunia Tasawuf, Mizan, Bandung, 1996, hal. 136
[11]
Imam al-Qusyairy an-Naisabury, loc.cit.,
0 comments:
Post a Comment