Jika kita mencermati kehidupan manusia, tentu kita akan menyaksikan
bahwa perjalanan hidup ini senantiasa melibatkan aspek psikis dan fisik, atau
aspek jiwa dan raga. Proses yang berkaitan dengan aspek psikis dan fisik ini
sering kita kenal dengan proses tumbuh kembang.
Pengertian pertumbuhan akan berkaitan dengan aspek fisik
yakni aspek-aspek yang dapat diukur, dihitung, dilihat atau diamati dengan
jelas. Seperti perkembangan secara biologis anak akan selalu mengalami
pertumbuhan secara fisik. Sedangkan perkembangan yang berkaitan dengan aspek
psikis, yakni sesuatu yang lebih berhubungan dengan unsur internal dalam diri
individu. Sebagai contoh perkembangan psikologis, pada anak akan selalu
ditandai dengan kebutuhan kasih sayang, perhatian, dari orang sekitarnya.
Perkembangan sosial anak, anak membutuhkan hidup bersama dan kemampuan
menyesuaikan diri. Perkembangan keagamaan anak di sini mulai dengan kebutuhan
pedoman dalam hidupnya.
Tahap perkembangan pada anak tersebut adalah sebagai berikut:
Perkembangan Biologis
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Segala
gerak dan tanduknyaia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa yang
ada di sekelilingnya. Dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena
manusia bukan makhluk instingtif, keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna
untuk di fungsikan secara maksimal.
Pada tahun pertama pertumbuhan fisik sangat cepat
sedangkan tahun kedua mulai mengendur, pola perkembangan bayi pria dan wanita
sama, tinggi badan secara proporsional lebih lambat daripada pertumbuhan berat
badan. Selama tahun pertama dan lebih
cepat pada tahun kedua, dari 20 gigi seri, kira-kira 16 telah tumbuh selama
masa bayi berakhir. Gigi pertama muncul kira-kira pada usia 6-8 bulan, gigi
seri bawah muncul lebih dahulu kemudian menyusul tumbuhnya gigi seri bagian
atas.Pada umur satu tahun, rata-rata bayi mempunyai 4 sampai 6 gigi dan pada
umur dua tahun 16 gigi. Pertumbuhan otak tampak dengan bertambah besarnya
ukuran tengkorak kepala diperkirakan seperempat dari berat otak orang dewasa
dicapai pada usia sembilan bulan dan tiga perempat pada akhir tahun kedua.
Organ keinderaan berkembang dengan cepat selama masa
bayi dan sanggup berfungsi dengan memuaskan sejak bulan-bulan pertama dari
kehidupan. Dengan berkembangnya koordinasi otot-otot mata pada bulan ketiga
maka bayi telah sanggup melihat dengan jelas. Alat indera lainnya yang
berkembang ialah pendengaran dan penciuman. Fungsi-fungsi fisiologis, masa bayi
merupakan masa di mana dasar pembinaan pola-pola fisiologis, seperti makan,
tidur, dan buang air, harus terbentuk, walaupun pembentukan pembiasaan tidak di
selesaikan pada masa akhir bayi.
Perkembangan penguasaan otot-otot mengikuti pola yang
jelas dan dapat diduga yang ditentukan oleh hukum arah perkembangan. Menurut
hukum ini, penguasaan atau pengendalian otot-otot pada bagian kepala lebih
dahulu dan selanjutnya pada bagian kaki. Perkembangan motorik yaitu dapat
menghambat kemampuan penyesuaian diri sehingga mengakibatkan perasaan rendah
diri, gangguan psikis, seperti gangguan emosi, karena mendapat
bentakan-bentakan yang sangat mengejutkan anak (bayi).
Pada anak mencapai usia 3-6 tahun ada ciri yang jelas
berbeda dengan anak usia bayi, perbedaannya terletak pada penampilan, proporsi
tubuh, panjang badan dan ketrampilan yang mereka miliki. Contohnya pada anak
pra sekolah telah tampak otot-otot tubuh yang berkembang dan memungkinkan bagi
mereka melakukan ketrampilan.
Sedangkan perkembangan biologis pada anak sekitar 2-6
tahun anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita,
dapat mengatur diri dalam buang air, dan mengenal beberapa hal yang di anggap
berbahaya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran,
berat, dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk lebih dapat
mengembangkan ketrampilan fisiknya, dan eksplorasi terhadap lingkungannya dan
dengan tanpa bantuan orang lain. Perkembangan sistem syaraf pusat memberikan
kesiapan kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan
terhadap tubuhnya.
Proporsi tubuhnya berubah secara dramatis, seperti pada
usia tiga tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm, dan beratnya sekitar
10-13 kg. Sedangkan pada usia lima tahun, tingginya sudah mencapai sekitar
100-110 cm. Tulang kakinya tumbuh dengan cepat, namun pertumbuhan tengkoraknya
tidak secepat usia sebelumya. Pertumbuhan tulang-tulangnyasemakin besar dan
kuat, pertumbuhan giginya semakin lengkap dan komplit sehingga dia sudah
menyenangi makanan padat, seperti daging, sayuran,buah-buahan dan
kacang-kacangan. Anak pra sekolah umumnya sangat aktif, karena mereka telah
memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan
yang dilakukan sendiri.
Pertumbuhan otaknya pada usia lima tahun sudah mencapai
75% dari ukuran dewasa, dan 90% pada usia enam tahun. Pada usia ini juga
terjadinya pertumbuhan “myelination” (lapisan urat syaraf dalam otak yang
terdiri dari bahan penyekat berwarna putih, yaitu myelin), secara sempurna
lapisan urat saraf ini membantu transmisi impuls-impuls syaraf secara cepat,
yang memungkinkan pengontrolan terhadap kegiatan motorik lebih seksama dan
efisien.
Perkembangan anak pada akhir tahun pertama dan akhir
tahun ke empat terjadi kemajuan-kemajuan yang pesat, namun begitu mengenai
perkembangan sekitar tahun ke tiga anak sudah dapat berjalan secara otomatis
bahkan pada alas yang tidak rata anak sudah dapat berjalan tanpa kesukaran,
sekitar empat tahun anak hampir menguasai cara berjalan seperti orang dewasa.
Perkembangan Jiwa Anak
Masa kanak-kanak di kenal sebagai masa egosentris karena pada masa
ini anak-anak berada pada masa ketidak seimbangan karena keluar dari fokus
dalam arti bahwa anak mudah terbawa ledakan-ledakan emosional. Sehingga sulit
di bimbing dan di arahkan.
“Seorang anak tidak mempunyai perasaan bahwa kebutuhannya
punya hambatan yang wajar kalau ia menyukai sesuatu ia ingin agar dipuaskan sepenuhnya.
Dia tidak mengekang keinginan itu dan juga tidak mau jika seseorang membatasi
keinginan tersebut. Dia tidak akan berusaha untuk menyesuaikannya, dengan
konsep yang di miliki orang dewasa mengenai keharusan adanya hukum-hukum alam.
Dia bahkan tidak mengerti bahwa hal-hal tersebut ada. Ia tidak dapat membedakan
apa yang mungkin dan mana yang mustahil, akibatnya ia tidak mengerti bahwa
realitas menetapkan berbagai kendala terhadap keinginan-keinginan yang tak
mungkin diatasinya. Dalam pandangan anak segala sesuatu harus tunduk padanya ia
tidak mau diganggu oleh hambatan-hambatan benda dan juga oleh manusia.
Anak suka meniru segala sesuatu yang dilihatnya oleh
karena itu sebagai orang tua hendaknya menjadi teladan yang baik bagi anak dari
permulaan kehidupannya. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak
mengerti apa yang terjadi di sekitarnya, sehingga kedua orang tua melakukan tindakan-tindakan
yang salah dihadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi
anak.
Akibat yang timbul dari kondisi psikologis yang
demikian, anak-anak mudah marah dan melakukan tindakan yang kadang tidak
rasional. Prilaku-prilaku yang muncul sehubungan dengan masa egosentris yaitu
prilaku melawan otoritas orang tua, kasar dan agresif, prilaku berkuasa, memikirkan
diri sendiri, merusak dan membentuk prilaku negatif lainnya.
Prilaku melawan otoriter orang tua mencapai puncaknya
pada usia tiga dan empat tahun. Perlawanan ini muncul apabila anak-anak dipaksa
untuk mentaati sesuatu norma yang tidakdiinginkannya. Selanjutnya anak-anak
akan sangat agresif apabila keinginannya tidak tercapai, bahkan anak-anak akan
kasar, menyerang, menyalahkan orang lain, dan memaki-maki dengan tujuan agar
dia terlihat lebih pandai dan tidak kalah. Ledakan amarah anak sering disertai
dengan tindakan merusak benda-benda di sekitarnya. Sehubungan dengan itu perlu
juga bicaranya ketika berusia lima dan tujuh tahun, pada waktu imajinasinyamelebihi
penalaran, anak cenderung membual dan melebih-lebihkan pembicaraan, bahkan
untuk memenuhi egonya anak-anak akan menghina dan mencaci maki terhadap segala
bentuk prilaku di lingkungannya yang tidak ia sukai.
Banyak faktor yang mempengaruhi pada emosi anak, Elisabeth
B.Hurlock menyebutkan:
“Besarnya keluarga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
emosi anak, pada keluarga yang lebih besar, sikap iri hati akan tumbuh. Dan pada
keluarga yang lebih kecil biasanya cemburu akan kasih sayang orang tua akan
lebih mendominasi. Selanjutnya lingkungan sosial rumah juga memainkan peran dan
menimbulkan sering dan kuatnya rasa marah, jenis disiplin dan metode latihan
juga berpengaruh terhadap amarah anak. Semakin orang tua otoriter, semakin
besar kemungkinan anak untuk marah.
Dari keadaan yang demikian terlihat betapa orang tua
sebagai pendidik pertama dan yang utama. Bertugas membimbing dan mengarahkan
anak, menuju prilaku yang baik.
Perkembangan Keberagamaan
Dalam pertumbuhan jiwa agama anak, diperlukan pengalaman-pengalaman
keagamaan yang didapat sejak lahir dari orang-orang terdekat dalam hidupnya. Ibu,
bapak, saudara dan keluarga, disamping pendidikan yang diberikan secara sengaja
oleh guru-guru agama, pengalaman merupakan unsur-unsur yang akan menjadi bagian
dari pribadinya di kemudian hari. Menurut perhitungan ilmu kedokteran ternyata
bahwa keadaan ibu yang sedang mengandung dan gizi makanannya, akan ikut menentukan
kecerdasan dan kemampuan anak dalam bidang kecakapan dan ketrampilan nanti.
Karena pada bulan-bulan terakhir dari janin itu, telah mulai terbentuk jaringan
–jaringan otaknya. Makanan ibu yang cukup gizinya akan memberikan bahan yang
cukup pula bagi janin yang dalam kandungannya itu. Sehingga dapatlah bertumbuh
jaringan-jaringan otak secara wajar dan baik. Dengan demikian anak yang akan
lahir dapat diharapkan mempunyai kemampuan otak yang wajar,
Anak mulai mengenal tuhan melalui orang tua dan
lingkungan keluarganya. Sikap, tindakan, dan perbuatan orang tua sangat
mempengaruhi perkembangan keberagamaan pada anak. Sebelum anak dapat bicara ia telah
dapat melihat dan mendengar kata-kata yang barang kali belum mempunyai arti
sendiri bagi anak. Sesuai dengan pengamatannya terhadap orang tuanya, ketika
mengucapkan Allah akan berarti maha kuasa, maha penyayang, atau lainnya yang
sesuai dengan orang tua ketika menyebutnya. Kata Allah yang tadinya tidak
mempunyai arti apa-apa bagi anak, mulai mempunyai makna dengan apa yang tangkapnya
dari orang tuanya.
Perkembangan kepercayaan berarti pola-pola dan
struktur-struktur kognitif menjadi semakin komplek dan komprehensif sehingga
isi kepercayaan dapat disusun dan dimengerti dengan cara-cara meaning making
yang semakin terdiferensiasi. Fowler
mendefinisikan tahap kepercayaan sebagai suatu keseluruhan struktural yang
menjelma menjadi suatu cara berada dalam kepercayaan tertentu dan memungkinkan
gaya kepercayaan yang khas.
Tahap kepercayaan adalah keseluruhan operasi pengertian dan pengertian yang terintegrasi
kan dan spesifik secara kualitatif yang memungkinkan pribadi menciptakan suatu
gambaran tentang lingkungan akhir yang berbeda menurut masing-masing tahap,
lewat gambaran tersebut pribadi dapat mewujudkan rasa diri terikatnya. Yaitu
rasa percaya dan setia yang transenden atau pusat nilai, kekuasaan dan makanan
yang melampuainya.
Fowler memfokuskan penelitiannya pada struktur dan
aspek-aspek formal kepercayaan itu, bukan pada isi kongkrit. Fokus formal yang
strukturalistis ini mengandaikan suatu pemisahan teoritis antara isi dan
struktur sebagaimana dianjurkan oleh Peaget dan Kohlberg. Sebagaimana diketahui
secara umum penelitian Peaget tentang pengetahuan anak terutama tidak terpusat
pada isi pengetahuan yang dapat dialihkan kepada anak. Misalnya isi pengetahuan
konkrit ilmu pengetahuan alam, logika, ilmu matematika dan sebagainya. Struktur
operasi formal yang disusun oleh anak untuk mengatur dan mengerti pengalaman
akan dunia sekitar, mendasari, menentukan dan mengkonstitusikan cara formal
bagaimana mengerti dan mengenal lingkungan sekitar. Pemisahan yang sama antar
isi dan struktur juga dilakukan oleh Kohlberg dalam studinya tentang
perkembangan moral. Sedangkan Fowler, ia berpendapat bahwa dalam perspektif
strukturalisme genetik proses faithing,
dapat dipelajari menurut struktur dan aspek-aspek struktural khasnya sendiri.
Mutu kepercayaan seorang anak tidaklah dibandingkan
kepercayaan orang dewasa, tetapi polanya memang lain dan secara potensial
kurang sempurna. karena alasan ini kita tidak boleh menafsirkan perkembangan
kepercayaan sebagai serangkaian peristiwa progresif menurut model linear dalam
evolusi yang menganggap tahap terakhir sebagai indeks kematangan yang secara
praktis dapat digunakan sebagai tolak ukur seluruh tahap terdahulu yang dari
kodratnya bersifat kurang dewasa dan kurang sempurna.
Fowler memperhatikan tujuh aspek operasional atau
struktural yang bersama-sama membentuk tahap kepercayaan. Ketujuh teori
tersebut adalah: 1. Berkembangnya pemikiran dan penalaran logis. 2.
Berkembangnya pengkonstruksian perspektif sosial (pengambilan peranan). 3.
Bentuk pertimbangan moral. 4. Berkembangnya pengertian terhadap titik sosial
(batas-batas kesadaran sosial). 5. Penafsiran tentang soal tentang apa yang
mengesahkan atau komitmen. 6. Berkembangnya keseluruhan arti yang bersifat
pemersatu. 7. Berkembangnya pemahaman terhadap simbol.
Tahap kepercayaan awal yang elementer ditandai oleh cita
rasa yang bersifat preverbal terhadap kondisi-kondisi eksistensi, yaitu rasa percaya dan setia yang elementer
pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh sang bayi, serta pada gambaran
kenyataan yang paling akhir selama tahun pertama berkembanglah suatu
keseluruhan interaksi timbal balik yang agak komplek dan mantap antara bayi dan
pengasuh yang sama.
Fowler menyebut gambaran tersebut sebagai pre images atau pra gambaran. Karena di
satu pihak gambaran dibentuk oleh perasan sebelum kemampuan bahasa dan daya
pengertian konseptual mulai berfungsi, tetapi di pihak lain telah termuat suatu
rasa diri tertentu yang membedakan diri dari seluruh kenyataan lainnya. Pra
gambaran Allah dan lingkungan yang paling mendalam dan akhir mempunyai matrik
untuk genetknya pada gambaran anak tentang pengasuh utamanya dengan kata lain
sangat mungkin simbol kepercayaan pertama diangkat dari seluruh gambaran bayi
tentang ibudan bapak atau pengasuh penting lainnya yang saling bergantian.
Sedang anak berumur dua tahun, kedewasaan atau ketuhanan
dimengerti secara pra antropomorf
artinya anak mencoba menerapkan berbagai ide seperti yang tak kelihatan, roh,
udara, dan sebagainya. Untuk menggambarkan Allah yang mempengaruhi dunia yang
secara fisik dan substansial. Tetapi biarpun Allah dilukiskan secara antropomorf, misalnya Allah bagaikan
udara dimana-mana ia berada. Namun sangat mungkin anak merasakan Allah sebagai
sesuatu yang sungguh sebagai sifat pribadi. Misalnya saya mencintai-Nya, Allah
berdiam di lubuk hatiku. Maka sering pula Allah dilukiskan menurut pola
perbandingan antropomorf, sehingga
pribadi Allah digambarkan terutama fisik-Nya.
Sikap anak-anak terhadap agama mengandung kekaguman dan
penghargaan, bagi mereka upacara-upacara agama dan dekorasi rumah ibadah, lebih
menarik perhatian. Anak-anak dalam kepercayaannya bersifat egosentris, artinya
semua sembahyang dan doa-doa adalah untuk mencapai keinginan pribadinya, misalnya
dia akan baik karena akan mendapat upah. Dia menggambarkan Tuhan sebagai
seorang yang akanmenolongnya dalam mencapai sesuatu karena ia sudah di tolong
oleh orang dewasa terutama oleh orang tuanya.
Dengan kondisi psikologis yang sudah tumbuh pikiran
logisnya maka orang tua diperintahkan untuk menyuruh anak-anaknya menjalankan kegiatan
agama. Faktor pembiasaan, ajakan, dan himbauan sangat positif untuk mendukung
perkembangankeberagamaanya. Akar penyebab perlunya pemberian motivasi karena
pertimbangan kondisi kejiwaan anak yang masih membutuhkan bimbingan dan arahan
orang tua atau belum tumbuh kesadaran dan kemandirian dalam kreatifitas sesuai
dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat agama pada anak-anak tumbuh mengikuti
pola ideas concept an authority.
Latihan-latihan yang menyangkut ibadah, seperti
sembahyang, do’a, membaca al-Qur’an atau menghafal ayat-ayat atau surat-surat
pendek, sembahyang berjamaah disekolah, masjid atau mushola, harus dibiasakan
sejak kecil. Sehingga lama-kelamaan, dia dibiasakan sedemikian rupa sehingga
dengan sendirinya ia akan terdorong untuk melakukannya, tapi dengan dorongan
dari dalam.
Dengan kata lain dapat kita sebutkan bahwa pembiasaan
dan pendidikan anak sangat penting, terutama dalam pembentukan pribadi, akhlak,
dan agama. Karena pembiasaan-pembiasaan agama itu akan menanamkan unsur-unsur
positif dan pribadi anak yang sedang tumbuh. Semakin banyak pengalaman agama
yang didapatkan melalui pembiasaan itu akan semakin banyaklah unsur agama dalam
pribadinya, dan semakin mudahlah memahami ajaran agama yang akan dijelaskan
oleh guru dikemudian hari. Jadi agama itu mulai dengan amanah, kemudian ilmiah
atau penjelasan sesuai dengan perkembangan jiwanya dan datang pada waktu yang
tepat.
Perkembangan Sosial
Anak semenjak dilahirkan telah masuk dalam kelompok manusia.
Dilahirkan ke dunia sebagai anak dari Ibu-Bapak yang mengasuh dan membesarkan,
kemudian kadangkala dan mempunyai saudara lagi dalam keluarga manusia telah
mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dia dilahirkan di
dunia. Itu hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap
manusia.
Kemudian anak sebagai pribadi yang tumbuh dan berkembang
di dalam proses perkembangannya memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang
lain terutama dalam relasinya dengan ibu, ayah, kakak, keluarga dekat dan
lingkungan tetangga. Namun dalam prosesnya anak berhubungan dengan manusia
lainnya, itulah terjadi pengaruh timbal balik terhadap prilaku sosial anak.
Sejak anak berumur satu tahun, ia hanya dapat
berhubungan dengan ibu, ayah, atau dengan orang dewasa lainnya yang tinggal
bersama sama dirumah itu. Semua anggota keluarga mempunyai tugas tertentu untuk
kepentingan si anak. Dalam perkembangan selanjutnya, kesanggupan berhubungan
batin dengan orang lain makin lama tampaknya makin nyata perkembangan sosial barulah
agak nyata bila ia memasuki masa kanak-kanak. Sekitar usia dua atau tiga tahun
anak sudah mulai membentuk masyarakat kecil yang anggotanya terdiri dari dua
atau tiga orang anak. Mereka bermain bersama walaupun sekelompok itu dapat
bertahan dalam waktu yang relatif singkat. Dalam kegiatan semacam itu anak
sudah menghubungkan dirinya dengan suatu masyarakat yang baru di dalamnya mulai
terjadi perkembangan baru yaitu perkembangan sosial.
Prilaku sosial anak mencerminkan adanya proses
sosialisasi yang pada gilirannya bisa menimbulkan kerjasama diantara mereka di
dalam interaksi sosial anak, kerjasama ini bisa mulai terlihat ketika anak-anak
dalam kehidupan keluarga atau sesama anak tetangga. Dengan dasar itu pula anak
tersebut akan menggambarkan bentuk hubungan prilaku sosialnya dengan orang lain
dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, bentuk kerjasama tersebut
berkembang sesuai dengan tujuan yang akan dicapainya dan mereka sadar bahwa
tujuan tersebut akan bermanfaat bagi semuanya.
Masa kanak-kanak merupakan masa bergaul bagi anak-anak
dari umur dua sampai enam tahun anak belajar melakukan hubungan sosial dengan
orang diluar keluarganya, mereka belajar menyesuaikan diri dan bersikap sesuai
dengan kelompoknya. Orang dewasa yang ada di lingkungannya, keluarga sering
berperan sebagai teman bermain. Antara usia dua sampai empat tahun, anak akan
menemukan kenyataan bahwa anggota keluarga tidak dapat atau tidak mau
menyediakan waktu yang cukup untuk bermain dengannya. Akibatnya anak sangat
mengharapkan hubungan dengan teman sebayanya. Namun bila tidak mendapat
kesempatan bermain dengan temannya anak akan lebih menyendiri dan putus asa.
Dalam perkembangan selanjutnya dapat dilihat sikap-sikap
yang dominan muncul sehubungan dengan perkembangan sosialnya. Prilaku-prilaku
tersebut terangkum dalam pola-pola tertentu, Elisabeth Hurlock menyebutkan
beberapa prilaku yang muncul pada masa sosialisasi diantaranya “kerjasama yang
muncul pada anak yang berusia empat tahun dimana, anak-anak suka melakukan
kegiatan bersama dengan teman-temannya. Pada saat ini muncul pola persaingan
yang merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berpacu mencapai kebaikan,
munculnya sikap-sikap simpatik terhadap teman sebaya, juga mewarnai proses
sosialisasi.
Dalam proses sosialisasi tidak setiap anak dapat mencapai target
seperti yang dialami teman-temannya. Apabila ada diantara kelompok yang tidak
bisa menyesuaikan diri maka hal ini akan menjadi problem yang sangat mengganggu
perkembangan mentalnya. Selanjutnya sikap-sikap negativistic itu muncul pada
anak berusia tiga dan enam tahun. Ekspresi fisiknya, mirip dengan ledakan
kemarahan, sikap-sikap yang muncul itu diantaranya, sikap agresif, dimana
biasanya anak mengadakan permusuhan yang nyata, hal itu bisa berwujud serangan
fisik. Maupun lisan terhadap pihak lain, yang biasanya terhadap anak kecil.
Pertengkaran antar kelompok, mengejek kepada teman, membalasi dendam, prilaku
sok kuasa, egosentrisme, bahkan antagonisme terhadap lain jenis, merupakan
sikap-sikap negatif yang muncul sehubungan dengan proses sosialisasi.
Anak dan proses interaksinya mempunyai bentuk prilaku
sosial yang bermacam-macam. Ada yang bersifat aktif maupun yang bersikap pasif
dan tingkah laku lainnya yang terdapat dalam diri masing-masing anak. Meskipun
demikian pada dasarnya yang terpenting adalah bagaimana proses interaksi itu
berlangsung dengan kondisi dan situasi yang melengkapinya termasuk lawan
interaksi dalam perkembangan kehidupan prilaku sosial anak terutama di awal
pertumbuhan dan perkembangan mereka.