Tuesday 19 May 2015

PERUMUSAN TUJUAN DAN MENETAPKAN KATEGORI KEBUTUHAN


Tiap rencana harus mempunyai tujuan agar diketahui apa yang harus dicapai. Tujuan juga memberi pengajaran apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya. Tujuan juga merupakan patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah dicapai.
Apalagi dalam pengembangan kurikulum mengenai nasib jutaan anak, tujuan itu sangat penting yang harus di tanggapi secara serius. Dalam perencanaan kurikulum dewasa ini, perumusan terhadap perumusan tujuan merupakan ciri yang paling menonjol. Kita ketahui bahwa kurikulum 1997 dinyatakan berorientasi pada tujuan. Ini tidak berarti bahwa sebelumnya tujuan itu tidak dipertimbangkan dalam pendidikan dan pengajaran.
Masalah tujuan dalam kurikulum bahkan dalam tiap penerimaan pelajaran sejak dulu sesuatu yang lazim. Namun aspek tujuan dalam pengembangan kurikulum menonjol, karena usaha untuk mengkhususkan tujuan itu, sehingga jelas. Dalam hal ini tokoh-tokoh seperti Ralph Tyler (1949) dan Benyamin Bloom (1956) mempunyai pengaruh yang besar sekali.[1]
Tujuan kurikulum tiap satuan pendidikan harus mengacu kearah pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana telah dititipkan dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas.
Dalam skala yang lebih luas, kurikulum merupakan alat pendidikan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Kurikulum memberikan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai tingkat tujuan pendidikan nasional khususnya, dan sumber daya manusia yang berkualitas umumnya.[2]

PEMBAHASAN
Dalam menentukan kurikulum dan membuat perumusan kurikulum haruslah melihat kebutuhan masyarakat dan pangsa pasar yang ada. Dalam bukunya Peter F. Olivia, dijelaskan mengenai penentuan kategori kebutuhan diklasifikasikan menjadi empat, dilihat dari:
1.      Tingkat Kebutuhan Siswa
Pada klasifikasi ini dibedakan dalam beberapa tingkat, yaitu:
-          Tingkat kebutuhan individu (Human – manusia umumnya)
-          Tingkat kebutuhan negara atau nasional
-          Tingkat propinsi atau kabupaten atau kota
-          Tingkat masyarakat (lingkungan sekitar)
-          Tingkat sekolah
-          Tingkat individual atau personal (pribadi)
2.      Tipe Kebutuhan Siswa
Penentuan kategori kebutuhan siswa dilihat dari tipe atau bentuknya, dibedakan menjadi:
-          Fisik (Hal-hal yang berkaitan dengan biologis manusia, seperti makan, minum, dan lain-lain)
-          Sosio psikologi (Hal-hal yang berkaitan dengan hubungan interaksi sosial dan kebutuhan psikologis atau kejiwaan)
-          Pendidikan (Fokus pada pertumbuhan dan perkembangan siswa, terutama pada aspek physic dan sosio-psikologi)
-          Developmental Tasks (maksudnya individu seharusnya menjadi independent dan responsible terhadap perkembangan lokal terkait dengan peningkatan status sosial atau job social)
3.      Tingkat Kebutuhan Masyarakat
Dalam level ini Need Assessment, dibedakan dalam beberapa tingkat, yaitu:
a.       Human
b.      Internasional
c.       Nasional
d.      Negara
e.       Masyarakat atau komunitas
f.       Lingkungan tempat tinggal
4.      Tipe-Tipe Kebutuhan
Beberapa tipe kebutuhan sosial (masyarakat) yang mempunyai indikasi terhadap kurikulum, yaitu:
a. Politik                e. Lingkungan
b. Sosial                 f. Pertahanan dan keamanan
c. Ekonomi                        g. Kesehatan
d. Pendidikan                    h. Moral dan spiritual
Conducting A Needs Assessment
Definisi simple (sederhana) dan sebuah penetapan kebutuhan kurikulum adalah sebuah proses untuk mengidentifikasi kebutuhan yang bersifat progresif yang harus diarahkan oleh perancang kurikulum.[3]
Needs assessment is a process of defining the desired end (or discome product or result) of a giver sequence of curriculum development.
Dijelaskan pula oleh Prof, Dr. S. Nasution, bahwa dalam penentuan kategori kebutuhan dibagi menjadi dua, yakni kebutuhan siswa atau anak dan masyarakat. Kurikulum yang sehat tidak mungkin direncanakan tanpa mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan anak. Ada kurikulum yang semata-mata didasarkan pada kebutuhan anak yang disebut “child – centered curriculum”. Ditinjau dari sudut-sudut psikologis didaktis kurikulum serupa ini mempunyai segi-segi yang baik, sebab apa yang diajarkan sesuai dengan keinginan dan minat anak. Anak-anak diikutsertakan dalam menentukan apa yang ingin mereka pelajari. Bermacam-macam caranya untuk membagi kebutuhan anak, salah satu cara yang sederhana ialah membaginya atas:
a.       Kebutuhan jasmaniah
Setiap anak ingin bergerak dan menggunakan bidangnya. Anak-anak suka berlari-lari, melompat-lompat, memanjat-manjat, dan melakukan aktifitas-aktifitas jasmaniah lain. Kebutuhan ini dipenuhi dengan memberikan pendidikan jasmaniah. Dalam arti modern, pendidikan jasmani bertujuan mendidik manusia, yakni mewujudkan tujuan pendidikan dengan menggunakan kejasmanian sebagai titik bertolak, akan tetapi tujuan khusus yaitu membentuk manusia yang sehat dan kuta merupakan aspek yang penting pula.
b.      Kebutuhan pribadi
Anak-anak mempunyai dorongan untuk memuaskan keinginan untuk mengetahui sesuatu untuk menyatukan pikiran dan perasaannya dengan jalan bahasa, pekerjaan, lukisan, seni suara atau gerak gerik. Setiap anak ingin diakui dan dihormati sebagai individu yang mempunyai tempat dan hak dalam masyarakat sekolah, rumah tangga, dan dunia sekitarnya. Dorongan ini mudah kita lihat pada setiap anak, di sekolah dorongan ini sering didukung dan ditekan agar murid-murid tidak melanggar disiplin. Kebebasannya dibatasi oleh hak-hak orang lain yang juga merupakan haknya, yakni: kelas itu dijadikan semacam laboratorium atau ruang kerja dimana anak-anak belajar dalam suasana yang lebih leluasa.
c.       Kebutuhan sosial
Membimbing anak agar ia menjadi makhluk sosial ialah suatu fungsi sekolah yang amat penting. Bila ini kita ketahui, maka kita memfungsikan manfaat cara yang dipakai sekolah yang memaksakan murid-murid duduk diam, melarang mereka memberikan pelajaran serta membantu dalam memecahkan suatu soal. Di sekolah lebih diutamakan persaingan daripada gotong royong. Sekolah harusnya dijadikan suatu masyarakat tempat murid-murid mempraktekkan hak dan kewajiban anggota-anggota manusia yang demokratis. Human relationship atau hubungan antar manusia mendukungnya harus lebih dipentingkan di sekolah.[4]
Kebutuhan yang kedua adalah kebutuhan masyarakat. Masyarakat manusia berubah dan terus menerus akan berubah. Masyarakat kita sekarang jauh berlainan daripada masyarakat nenek moyang kita dan berlainan pula dengan masyarakat yang akan dihadapi oleh anak cucu kita pada masa depan, segala perubahan itu sedikit banyak mempengaruhi cara hidup dan cara berfikir manusia. Karena kemajuan dalam lapangan pengangkutan dan perhubungan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknik dapat juga mengandung bahaya, apabila disalahgunakan. Sekolah tidak dapat menetapkan materi untuk masalah-masalah internasional yang juga mengenai diri setiap orang. Sekolah hendaknya turut serta memberi sumbangan kearah terciptanya dunia yang bahagia bagi seluruh umat manusia. Masyarakat dinamis dan senantiasa akan berubah. Oleh karena itu, sekolah harus mempersiapkan anak-anak untuk masyarakat, maka kurikulum seharusnya disesuaikan dengan gerak-gerik perubahan masyarakat. Ini kurikulum harus senantiasa dapat berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. Karena kurikulum harus dinamis dan ini hanya mungkin dengan bentuk kurikulum. Dengan demikian, kurikulum itu cukup elastis, sehingga senantiasa terbuka kesempatan untuk memberikan bahan pelajaran yang penting dan perlu bagi murid-murid pada saat dan tempat tertentu, karena itu, kurikulum tidak dapat ditentukan secara mutlak dan uniform untuk semua sekolah dalam bentuk suatu rencana pelajaran disukai yang harus diikuti oleh guru hingga detail yang sekecil-kecilnya.[5]
Sifat sekolah masyarakat tidak ditentukan oleh tempatnya di kampung atau di Kota atau oleh bentuk atau besarnya. Menurut Olson, ciri-cirinya community school ialah sebagai berikut:
1.      Sekolah itu memperbaiki umur kehidupan setempat pada saat ini.
2.      Sekolah itu menggunakan masyarakat sebagai laboratorium tempat belajar.
3.      Gedung sekolahan itu menjadi pusat kegiatan masyarakat.
4.      Sekolah itu mendasarkan kurikulum pada proses dan problem kehidupan dalam masyarakat.
5.      Sekolah itu mengikutsertakan orang tua dalam urusan-urusan sekolah.
6.      Sekolah itu ikut turut serta mengkoordinasikan masyarakat.
7.      Sekolah itu dapat melaksanakan dan menyebarkan filsafat negara. [6]
Dalam menentukan dan merumuskan tujuan kurikulum ada sejumlah sumber yang dapat digunakan, yakni:
1.      Falsafah bangsa
Falsafah bangsa Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, rumusan tugas kurikulum harus mencerminkan dan mengupayakan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai-nilai tersebut harus menjiwai dalam setiap rumusan tujuan kurikulum, yakni tujuan kelembagaan pendidikan, tujuan mata pelajaran dan tujuan pengajaran / instruksional.
2.      Strategi pembangunan
Pendidikan selalu di pandang sebagai “human investment”, yakni sumber daya manusia yang akan menentukan keberhasilan pembangunan-pembangunan pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata material dan spiritual. Makna dan hakekat tersebut hanya tercermin dalam tujuan kurikulum, sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki potensi untuk melaksanakan pembangunan.
3.      Hakekat anak didik
Tujuan pendidikan dan tujuan kurikulum pada dasarnya untuk anak didik. Oleh karena itu memperhatikan kepentingan anak didik dalam merumuskan dan menetapkan tujuan pendidikan sangat diperlukan. Kemampuan, minat dan perhatian, sikap dan perilaku serta ciri kepribadian anak didik merupakan dimensi-dimensi untuk diperhatikan.
4.      Ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi menentukan kehidupan manusia yang serba modern ini. Dengan ilmu dan teknologi memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Mengingat pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi, pendidikan harus sanggup mengadaptasinya sehingga manusia / anak didik dapat menguasainya sebagai modal dasar kehidupannya sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat tempat ia hidup.[7]
Sedangkan menurut Hilda Taba sebagaimana yang dikutip oleh Nasution, sumber-sumber tujuan ada tiga, yaitu:
1.      Kebudayaan masyarakat
2.      Individu
3.      Mata pelajaran disiplin ilmu.[8]
Perumusan Tujuan
Agar suatu tujuan dapat diwujudkan, diinginkan agar perumusannya spesifik. Tiap mata pelajaran mempunyai sejumlah tujuan, seperti menghargai keindahan karya sastra. Namun tujuan serupa itu masih dianggap umum dan harus lagi dirinci, dispesifikkan, sehingga berupa bentuk kelakuan yang dapat diamati dan dengan demikian dapat pula diukur taraf ketercapaiannya.[9]
Perumusan tujuan menurut Hilda Taba
Hilda Taba dalam Curriculum Development memberikan petunjuk-petunjuk yang berikut dalam merumuskan tujuan, sebagai berikut:
1.      Proses mental, yaitu metode untuk melakukan sesuatu produk, bahan yang bertalian dengan itu.
2.      Tujuan yang kompleks harus lebih dispesifikkan, sehingga lebih jelas bentuk kelakuan yang diharapkan
3.      Dalam merumuskan tujuan harus dinyatakan bentuk kelakuan yang diharapkan dan kegiatan belajar itu.
4.      Tujuan lebih bersifat development, yaitu tidak dapat dicapai sekaligus, akan tetapi harus dikembangkan secara kontinu
5.      Tujuan hendaknya realistis, dalam arti bahwa tujuan itu benar-benar dapat dicapai anak pada tingkat dan usia tertentu, atau selama jam pelajaran, atau selama belajar di sekolah itu.
6.      Tujuan harus meliputi segala aspek perkembangan anak yang menjadi tanggung jawab sekolah.
Sedangkan menurut Benyamin Bloom, bahwa tujuan itu di bagi dalam tiga ranah, yaitu:
1.      Tujuan-Tujuan Kognitif
Meliputi segi intelektual dan proses kognitif, yakni: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, menyintesis dan mengevaluasi.
2.      Tujuan-Tujuan Afektif
Berkenaan dengan kesadaran akan sesuatu, perasaan dan penilaian tentang perasaan, yang meliputi: memperhatikan, merespons, menghargai, mengorganisasi nilai, dan mengkarakterisasi nilai-nilai.
3.      Tujuan-Tujuan Psikomotorik
Meliputi tingkat kegiatan sebagai berikut:
a.       Melakukan gerakan fisik
b.      Menunjukkan kemampuan perseptual tentang visual, auditif, taktikal, kinestetik, serta mengkoordinasi seluruhnya.
c.       Memperlihatkan kemampuan fisik
d.      Melakukan gerakan yang terampil serta terkoordinasi dalam permainan, olahraga dan kesenian
e.       Mengadakan komunikasi non-verbal.[10]
Ketiga ranah belajar harus diperhatikan dengan cermat dalam perumusan tujuan umum, TIU, TIK. Tujuan mata pelajaran atau mata kuliah menentukan tujuan umum mata pelajaran itu. TIU dan TIK kemudian dirumuskan sesuai atau konsisten ini. Tujuan umum sering menunjukkan tingkat kognitif dan afektif tingkat tinggi. Akan tetapi bila tidak ada TIU dan TIK yang dirumuskan dengan jelas serta konsisten dengan tujuan umum, maka hasilnya tidak akan tercapai dan karena itu tidak memuaskan.[11]
Secara hierarki, tujuan pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Tujuan pendidikan nasional
b.      Tujuan institusional
c.       Tujuan kurikuler
d.      Tujuan Instruksional yang terdiri dari :
1.      Tujuan instruksional umum (TIU)
2.      Tujuan instruksional khusus (TIK)[12]
Dalam merumuskan TIK, ada beberapa kriteria, menurut Mager (1975: 21), rumusan tujuan instruksional yang baik harus memenuhi 3 syarat, yaitu :
1.      Performance, tujuan instruksional selalu menyatakan apa yang diharapkan dilakukan oleh siswa, jadi harus berbentuk tingkah laku siswa yang dapat diamati dan diukur.
2.      Conditions, tujuan instruksional menyatukan pula dalam kondisi yang bagaimana tingkah laku tersebut diharapkan akan terjadi.
3.      Criterion, dalam rumusan instruksional secara gambar suatu kriteria, sampai seberapa jauh penampilan tingkah laku siswa di harapkan.
Secara lebih terperinci, syarat-syarat perumusan TIK yang dikemukakan Mager dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Harus menggunakan kata kerja operasional, seperti :
Murid dapat menyebutkan……………
Menuliskan……………..
Memilih……………….
Membedakan…………………..
Membandingkan………………
2.      Harus dalam bentuk hasil (produk)
3.      Harus berbentuk tingkah laku siswa
Tujuan Instruksional
Proses Mengajar
1.    Siswa dapat menyebutkan dengan tepat seperti fungsi termometer
2.    Siswa dapat menghitung luas bujur sangkar yang diketahui panjang salah satu sisinya
1.    Mengajarkan kepada siswa fungsi termometer

2.    Mengajarkan kepada siswa cara menghitung bujur sangkar
4.      Sebaiknya hanya meliputi satu jenis tingkah laku
5.      Harus jelas batas atau tingkah laku yang dituntut terhadap siswa
Disini Bloom juga mengaitkan perumusan tujuan dengan ketiga ranah menuju enam tegak kemampuan.
1.      Kemampuan ingatan (Knowledge)
2.      Kemampuan pemahaman (comprehension)
3.      Kemampuan penerapan (application)
4.      Kemampuan penguraian (analysis)
5.      Kemampuan penyatuan (synthesis)
6.      Kemampuan penilaian (evaluation)[13]
Kemudian penyusunan TIK perlulah memperhatikan pedoman / ketentuan atau kriteria, sebagai berikut :
a.       Merumuskan tujuan tersebut pada perubahan tingkah laku murid
b.      Memper khusus tujuan tersebut dalam bentuk yang lebih konkrit dan terbatas
c.       Memperhatikan kondisi selama tingkah laku itu berlangsung
d.      Menentukan standard minimal yang diharapkan dari tingkah laku tersebut.[14]
Mengingat rumusan tujuan pengajaran dibuat oleh guru, maka guru harus memahami tiga hal pokok, yakni:
a.       Ia harus mempelajari kurikulum, sebab bahan yang harus diajarkan dan tujuan umum bahan tersebut ada dalam kurikulum khususnya GBPP.
b.      Memahami tipe-tipe hasil belajar sebab tujuan pengajaran pada hakekatnya adalah hasil belajar yang diharapkan dikuasai siswa.
c.       Cara merumuskan tujuan pengajaran, sehingga tujuan tersebut jelas isinya dan dapat dicapai oleh siswa setelah siswa menerima pengajaran tersebut.[15]

KESIMPULAN
Ketika kebutuhan masyarakat mulai berkembang. Maka pendidikan yang ada juga harus dapat mengikuti perkembangan tersebut. Dan oleh karena itu yang jadi awal dari perubahan perkembangan ini adalah kurikulum. Bagaimana kurikulum yang baik itu? Tentu saja yang mempunyai landasan dan dasar yang jelas. Dan harus mempunyai pula rumusan yang jelas. Selain itu juga ada kriteria, yang akan menjadikan kurikulum itu baik.
Menurut Hilda Taba dalam merumuskan tujuan, harus menyangkut beberapa hal yaitu proses mental, tujuan yang kompleks, tujuan yang bersifat “development”, realistis dan meliputi segala aspek perkembangan anak. Sedang menurut Benyamin Bloom, membagi rumusan itu dalam tiga ranah yang kesemuanya harus saling terkait.


DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. S. Nasution, MA., Asas-Asas Kurikulum, Bandung: CV. Jemmars, 1980.
________, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta : Rineka Cipta, 1989.
________, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Gema Insani, 1995.
________, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.
Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Petter F. Olivia, Developing The Curriculum, New York: Harper Collins Publisher, 1992.
Dr. Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung : CV. Sinar Baru, 1991.
________, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2002.
Dra. Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993.
Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995.
Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993.


[1] Prof. Dr. S. Nasution, M.A, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 39-40
[2] Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, hlm. 24
[3] Petter F. Olivia, Developing the Curriculum, New York: Harper Collins Publisher, 1992, hlm. 218
[4] Prof. DR. S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Bandung: CV. Jemmars, 1980, hlm. 55-58
[5] Ibid, hlm. 68-69
[6] Ibid, hlm. 71-73
[7] Dr. Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2002, hlm. 22-23
[8] Prof. Dr. S. Nasution, MA., op.cit., hlm. 40
[9] Ibid., hlm. 43
[10] Prof. Dr. S. Nasution, MA., Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Gema Insani, 1995, hlm. 47-51
[11] Prof. Dr. S. Nasution, MA., Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta : Rineka Cipta, 1989, hlm. 74
[12] Dra. Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993, hlm. 5
[13] Drs. M. Ngalim Purwanto, MP., Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995, hlm. 43-47
[14] Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993, hlm. 141-142
[15] Dr. Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung : CV. Sinar Baru, 1991, hlm. 61
Share:

0 comments:

Post a Comment

Featured post

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Faktor Keturunan ( hereditas ) Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartik...

Popular Posts

Pageviews

Powered by Blogger.