Monday 22 December 2014

KONSEP PENGENDALIAN SYAHWAT FARJI



Kompleksitas permasalahan yang terjadi dalam pergaulan anak muda dewasa ini, diperlukan suatu penyelesaian yang komprehensif dan menyentuh pada akar permasalahan. Pergaulan muda-mudi yang cenderung vulgar semakin tidak mengenal usia. Pergaulan bebas yang menyebabkan degradasi moral tidak hanya terjadi pada orang dewasa, bahkan anak-anak dan remaja pun mulai meniru perbuatan-perbuatan yang semestinya belum layak untuk dilakukannya.
Betapa banyaknya manusia yang tergelincir ke lembah kehinaan, akibat tidak dapat menjaga nafsu perut dan kemaluan, dan pada akhirnya menjadi budaknya. Seperti halnya binatang, yang hidupnya hanyalah mengikuti hawa nafsu yang bersumber dari perut dan kemaluannya.
Manusia menurut fitrahnya tidak akan sanggup menahan nafsu syahwatnya, kecuali manusia yang tidak normal yang dapat meninggalkan pernikahan. Islam adalah agama fitrah yang menyalurkan sesuatu menurut semestinya, karena kerusakan di atas dunia berpangkal kepada keserakahan hawa nafsu, dan nafsu kebirahian kepada lawan jenisnya menjadi dorongan untuk mencapai tujuan bagi yang tidak dapat mengendalikan dirinya.[1]

1.      Pengertian syahwat
Kalimat syahwat disebut al-Qur'an dalam berbagai kata bentukannya sebanyak tiga belas kali, lima kali di antaranya dalam bentuk masdar, yakni dua kali dalam bentuk mufrad dan tiga kali dalam bentuk jama.[2]
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan syahwat yaitu nafsu atau keinginan bersetubuh, kebirahian.[3] Dalam Oxford Dictionary syahwat atau nafsu diartikan dengan strong sexual desire[4], keinginan seksual yang kuat.
Bahasan syahwat dalam al-Qur’an ada beberapa arti, diantaranya, kebutuhan syahwat pada diri manusia adalah kebutuhan mendasar dan fitrah manusia itu sendiri, sebagaimana firman Allah SWT:
 Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita…”. (QS. Ali Imran: 14)
Selain itu, term syahwat lainnya yang kaitannya dengan cara berpikir, yakni mengikuti pikiran orang hanya karena mengikuti hawa nafsu seperti dijelaskan dalam QS. an-Nisa: 27
Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).
Yang ketiga, syahwat yang berhubungan dengan perilaku seks menyimpang, sebagaimana firman Allah SWT:
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS. Al-A’raf: 81)
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan ataupun hasrat yang alami, tinggal bagaimana sang penerima syahwat itu mengelolanya dengan baik dan benar.
Al-Quran sendiri sangat terbuka dengan menampilkan ayat-ayat tentang syahwat dalam konteks “rekreasi”. Namun pola “rekreasi-seksual” ini sangat maskulin, sesuai dengan konteks kehidupan saat itu yang didominasi oleh laki-laki. Al-Quran menggunakan terminologi seperti istimta’ (memperoleh kenikmatan seksual), syahwah (birahi), rafats (senggama) yang diperoleh laki-laki dari perempuan. Misalnya dalam QS. An-Nisa’: 24 dan QS. Al-Baqarah: 187
Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna. (QS. An-Nisa’: 24)
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. (QS. Al-Baqarah: 187).

2.      Konsep Pengendalian Syahwat Farji
Tidak mudah memang mengendalikan nafsu, apalagi yang namanya nafsu syahwat atau birahi. Dibutuhkan kemauan yang kuat, prinsip, disiplin diri dan tentu saja lindungan dari Allah SWT. Setiap orang saya yakin tahu teori cara mengendalikan nafsu, akan tetapi memang dalam pelaksanaannya dibutuhkan kesungguhan dan niat yang kuat.
a.       Dzikir
Menurut Thohuri Muhammad Said, dzikir menurut istilah adalah mengucapkan kalimat suci yang menggerakkan hati untuk selalu ingat kepada Allah Ta’ala seperti kalimat Lailahaillallah.[5]
Seseorang yang mengingat Allah, maka Dia-pun akan mengingat dan melindungi kita dari godaan setan. Ketika kita berzikir, perasaan menjadi tenang dan damai, pikiran pun menjadi bersih dan jernih.
b.      Puasa
Jika dalam agama Budha dikenal adanya ajaran yang mengendalikan kesenangan (hidup adalah samsara, samsara disebabkan karena adanya keinginan, untuk menghilangkan samsara dilakukan dengan cara menghilangkan keinginan, dan untuk menghilangkan keinginan harus mengikuti metode delapan jalan kebenaran, yaitu; pengertian yang benar, pikiran yang benar, ucapan yang benar, perbuatan yang benar, mata pencaharian yang benar, usaha yang benar, perhatian yang benar dan semedi (perenungan) yang benar), maka dalam Islam dikenal adanya ajaran yang mengendalikan nafsu syahwat, seperti menikah, puasa, zakat, sedekah, dan zuhud.[6]
Rasulullah telah memberikan sebuah antisipasi yang sangat jelas yaitu dengan melaksanakan ibadah puasa bagi mereka yang belum memiliki kemampuan untuk melaksanakan pernikahan. Puasa yang makna awalnya menahan berfungsi sebagai benteng dan tameng dari hawa nafsu syahwat yang merupakan naluri setiap manusia untuk menyalurkan kebutuhan seksualnya. Menikah merupakan satu-satunya jalan yang dihalalkan untuk memenuhi kebutuhan biologis antara laki-laki dan perempuan. Maka bagi yang belum mampu memenuhi prasyarat pernikahan hendaknya memperbanyak ibadah puasa untuk menjaga hati dan menjaga diri dari nafsu syahwat farji.
Sebagaimana Hadits Nabi Muhammad saw:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ[7]
Wahai para pemuda barangsiapa yang sanggup diantaramu memberi nafkah, maka hendaklah menikah, karena menikah membatasi pandangan dan memelihara kemaluan, barangsiapa yang belum mampu (memberi nafkah) maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu melemahkan nafsu.

c.       Pendidikan seks mulai usia remaja
Seks merupakan salah satu kenikmatan hidup yang paling kontroversial, tapi selalu menarik untuk diwacanakan maupun dipraktekkan sepanjang masa. Oleh karena itu, seks selalu menjadi perdebatan. Namun setiap perdebatan selalu merembes kepada unsur negatif dari seks itu sendiri yaitu seks bebas. Seks mempunyai makna yang luas berdimensi biologis, psikologis, dan sosiokultural. Seks selalu menarik untuk diwacanakan dan dipraktekkan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi di masyarakat.
Apa pentingnya pendidikan seks? Pendidikan seks sangat penting untuk usia remaja, mereka belum paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu. Sehingga dari ketidakpahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.
Beda halnya yang terjadi pada masyarakat Jawa, karena ada rasa tabu dalam pembicaraan seks, orang Jawa memiliki simbol lingga yoni. Lingga melambangkan falus atau penis, alat kelamin laki-laki. Yoni melambangkan vagina, alat kelamin perempuan. Simbol-simbol ini sudah lama dipakai oleh masyarakat nusantara sebagai penghalusan atau pasemon dari hal yang dianggap jorok. Simbol lain seperti lesung alu, munthuk cobek, dan sebagainya juga bermakna sejenis. Pelukisan seksual dalam khazanah filsafat Jawa dikenal dengan isbat curiga manjing warangkayang arti lugasnya adalah keris masuk ke dalam sarungnya.[8] Contohnya: Monas dan Gedung DPR yang juga merupakan simbol lingga-yoni.

SIMPULAN
Fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan salah satunya adalah mengendalikan syahwat farjinya.
Syahwat dalam al-Qur’an ada beberapa arti, diantaranya: kebutuhan syahwat pada diri manusia adalah kebutuhan mendasar dan fitrah manusia itu sendiri, mengikuti pikiran orang hanya karena mengikuti hawa nafsu dan syahwat yang berhubungan dengan perilaku seks menyimpang.
Mengendalikan syahwat farji gampang-gampang susah, gampang diucapkan namun sangat sulit sekali untuk dikerjakan. Dibutuhkan kemauan yang kuat, disiplin diri dan selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT.


[1] Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan dalam Masalah Nikah, Talak, Rujuk, dan Hukum Kewarisan, Jakarta: Yayasan Ihya Ulumuddin, 1971, hlm. 78
[2] Achmad Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern: Jiwa dalam Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2000, hlm. 156.
[3] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka,, 1976, hlm. 985. Lihat juga, http://kbbi.web.id/syahwat
[5] Thohuri Muhammad Said, Melerai Duka Dengan Dzikir Malam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987, hlm. 11.
[6] Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an-Nafsiy (Konseling Agama Teori dan Kasus), Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2000, hlm. 38.
[7] Imam Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, 1993, hlm. 638.
[8] Hariwijaya, Seks Jawa Klasik, Yogyakarta: Niagara Pustaka Sufi, 2004, hlm. 78.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Featured post

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Faktor Keturunan ( hereditas ) Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartik...

Popular Posts

Pageviews

Powered by Blogger.