Monday 1 December 2014

BID'AH: LARANGAN DAN PENANGGULANGAN


حدثنا علي بن حجر حدثنا بقية بن الوليد عن بخير بن سعد عن خالد بن معدان عن عبد الرحمن بن عمر والسلمي عن العرباض بن سارية قال وعظنا رسول صلى الله عليه وسلم يوم بعد صلاة الغداة  موعظة بليغة ذرفت منها العيون ووجلت منها القلوب فقال رجل ان هذه موعظة مودع فماذا تعهد إلينا يا رسول الله؟ قال : اوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عيد حبشي فإنه من بعش منكم يرى اختلافًا كثيرًا. ايـاكم ومحدثا ت الامور فإنها ضلاله فمن أدرك ذلك منكم فعليه بسيئ سنة الخلقاء الراشدين المهدبين عضوا عليها بالنواجذ.
Dari Ali Ibnu Hajar dari Bakiyat ibn Walid dari Bukhoiroh ibn Saad dari Kholid ibn Ma’dan dari Abdul Rahman ibn as-Salam dari Urbadh bin sariyah berkata: Rasulullah berpesan kepada saya pada suatu hari setelah shalat ghodah, mauidhoh balighoh darinya mata terbelalak olehnya dan hati bergetar darinya, lalu seseorang berkata sesungguhnya ini adalah janji yang ditinggal dan apa yang dijanjikan kepada kita ya Rasulullah, lalu Rasul berkata aku berpesan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengarkannya dan mematuhinya sesungguhnya abdu habsyi adalah orang diantara kamu yang melakukan maksiat dan melihat banyak intilaf.

Secara bahasa bid’ah berasal dari kata بدع yang artinya sesuatu yang baru, yang tidak didahului oleh contoh / sesuatu perkara yang terjadi dengan tidak ada contoh. Dengan kata lain sesuatu yang diadakan dengan bentuk yang belum pernah ada contohnya.
Secara istilah bid’ah adalah sesuatu hal baru yang tidak terdapat dalam konteks ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah baik dalam masalah aqidah maupu syariat.
SEJARAH MUNCULNYA BID’AH
Pada masa Rasul telah dibentuk dari beberapa hukum yang keluar dari Rasul dan fatwanya dari beberapa kejadian / keputusan terhadap suatu masalah. Jadi menggunakan sumber al-Qur’an dan as-Sunnah.
Pada masa sahabat ditemukan kejadian baru yang tidak pernah terjadi, maka mereka menetapkan kepada hukum-hukum periode pertama sesuai dengan hasil ijtihadnya.
Pada masa sahabat ini mulai timbul bid’ah mulai dari peribadatan sampai keduniawian, sebagai rujukan hukum Islam disamping al-Qur’an dan Hadits juga menggunakan ijtihad.
Dalam urusan agama penambahan dan pengurangan yang keduanya timbul sesudah masa sahabat Nabi, dengan perkataan perbuatan dengan cara yang terang (tidak berhubungan dengan masalah keduniawian) sedikit pun maka hal itu dikatakan bid’ah secara syariat karena tidak ada keterangan dari Allah / Rasul-Nya.
MACAM-MACAM BID’AH
Para ulama salaf membagi segala hal yang baru yang tidak ada dimasa Nabi menjadi 2. Sebagaimana pendapat al-Mundairy, yaitu:
1.      Bid’ah Hasanah (بدعة حسنة)
Yaitu segala hal baru (bid’ah) yang dianggap baik untuk kemaslahatan umat. Walaupun hal ini merupakan bid’ah tetapi secara syara’, ini tidaklah dianggap bid’ah karena bersumber dan bersandar pada syariat.
Khalifah Umar bin Khattab bahkan mengangga hal ini sebagai nikmatnya bid’ah ketika ditanya mengenai penambahan rakaat dari 8 rakaat menjadi 20 rakaat. Begitu juga ketika Usman bin Affan menambah adzan jum’at menjadi dua kali, maka beliau menganggap ini adalah bid’ah yang baik.
2.      Bid’ah Dlolalah (بدعة ظلالة)
Yaitu segala hal yang baru yang diada-adakan hanya menuruti hawa nafsu dan tidak berlandaskan pada syariat. Inilah yang dimaksudkan dalam hadits Nabi sebagai bid’ah. Dimana sekarang ini banyak kita jumpai bid’ah dlolalah semacam ini.
Orang yang mengikuti akal dengan menyepelekan syara’ adalah mengikuti hawa nafsu dan syahwat.
LARANGAN MELAKUKAN BID’AH DAN BID’AH MENYESATKAN
Telah dijelaskan bahwa bid’ah adalah mengadakan perkara diluar al-Qur’an dan as-Sunnah dengan tujuan subyektif pelakunya, mencari jalan lain untuk mencapai apa yang diinginkan.
Hadits di atas bertujuan memberi peringatan dan larangan bagi umat Islam agar tidak mengikuti perkara baru yang diadakan atau bid’ah. Larangan itu dikuatkan dengan penggalan hadits:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Bahwa tiap-tiap bid’ah adalah menyesatkan.
Karena dalam perkembangan selanjutnya bid’ah menjadi hak yang dapat merusak agama, karena mengakibatkan syirik dan khurafat dalam tradisi Islam.
CARA MENANGGULANGI BID’AH
Yaitu mencari jalan keluar dengan mencari faktor terpenting yang menimbulkan bid’ah tersebut baik dari segi sosial, ekonomi, politik maupun budaya yang mengakibatkan terjadinya:
1.      Dari sudut cara berfikir masyarakat berarti berhubungan dengan sistem pendidikan
2.      Berhubungan dengan kebutuhan ekonomi (minta kekayaan) hal ini masyarakat untuk dijadikan kemandirian / wawasan ekonomi atau pemberdayaan ekonomi umat
3.      Pendekatan multi dimensional yang mencakup konstitusional yang memerlukan dukungan dari berbagai pihak termasuk alat komunikasi dan informasi, sarana kesehatan yang mumpuni dan teknologi modern.
POKOK DASAR PENOLAK BID’AH
Pokok dasar penolak bid’ah adalah hadits di bawah ini :
من صَنَعَ اَمْرًا عَلَى غَيْرِ اَفْرِنَأ فَهُوَ رَدُّ
1.      “Barang siapa mengerjakan sesuatu pekerjaan, padahal tidak sedemikian pekerjaan kami, maka yang dikerjakan itu, mardud (tertolak).” (HR. Mulism dalam al-Musnad)
من اَحْدَثَ فيِ اَمْرِنَا هَذَا مَالَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ {رواه البخارى مسلم}
2.      “Barang siapa mengadakan dalam amr (urusan) kami ini, sesuatu yang tidak ada di dalamnya, maka yang diadakan itu tertolak”
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ {رواه مسلم}
3.      “Barang siapa mengadakan dalam amr (urusan) kami ini semalam kami, amal yang dikerjakan itu, tertolak” (HR. Muslim)
Inilah tiga hadits yang diriwayatkan oleh tiga imam hadits yang kenamaan yang menjadi dasar asasi untuk menolak segala rupa bid’ah yang diada-adakan orang dalam agama.
Arti tidak ada di dalamnya ialah: tidak dibenarkan oleh sesuatu kaidah-kaidah agama yang kulliyah atau dalilnya yang umum, yaitu dinamai umum, bid’ah, adapun yang diakui oleh sesuatu kaidah agama, atau dalil-dalilnya, maka tidak tertolak bahkan dikabulkan, diterima seperti mendirikan gedung-gedung perguruan dan sebagainya.

KESIMPULAN
Kita diperintahkan untuk menjauhi hal-hal baru / bid’ah (yang tidak ada dalam masaku) karena sesungguhnya itu adalah sesat. Barang siapa menjumpainya, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin. Hafidz bin rajab dalam kitab jami’ al-ulum berkata : hikmah dari hadits ini adalah memberi peringatan kepada umat Islam agar jangan mengikuti segala hal yang baru yang dianggap bid’ah. Karena tiap-tiap bid’ah menyesatkan.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Featured post

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Faktor Keturunan ( hereditas ) Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartik...

Popular Posts

Pageviews

Powered by Blogger.