Wednesday 26 November 2014

KORELASI ISLAM DAN JAWA DALAM BIDANG SASTRA (2)



Franz Magnis Suseno (1999:82) menegaskan bahwa apa yang dimaksud dengan pandangan dunia Jawa ialah pandangan secara keseluruhan semua keyakinan deskriptif tentang realita kehidupan yang dialami oleh manusia sangat bermakna dan diperoleh dari berbagai pengalaman.
Bahkan Mulder (1973:36) mengatakan, dalam buku Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, bahwa pandangan dunia Jawa terhadap pekerjaan, interaksi dan data tidak memiliki perbedaan prinsip yang hakiki.
Robert Jay (1963:4) juga menjelaskan bahwa orang lebih banyak mempunyai perhatian terhadap dunia demi dunia sini daripada sebaliknya.
Pada orang Jawa (Suseno, 1999:82), keadaannya berbeda sekali dengan orang Eropa jaman kini, karena teori dan praktek tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Suseno (1999:83) lebih lanjut membahas tentang perlunya memperhatikan pandangan dunia Jawa, sebab pandangan itu bukan merupakan pandangan dunia dengan ciri-ciri dan bakat-bakat yang pasti, melainkan merupakan suatu penghayatan yang terungkap dalam berbagai lapisan masyarakat dalam wujud dan nada yang berbeda.
Itulah sebabnya Suseno perlu menjelaskan bahwa dalam pandangan dunia Jawa ada 4 lingkaran bermakna, yaitu pertama, lingkaran yang lebih bersifat ekstrovert.
Lingkaran kedua, memuat penghayatan kekuasaan politik sebagai ungkapan alam numinous (ukhrawi, adikodrati) yang oleh Clifford kurang diperhatikan, tetapi oleh Anderson (1972:69) diungkapkan bahwa hal itu sangat berpengaruh.
Lingkaran ketiga, berpusat pada pengalaman tentang keakuan sebagai jalan ke persatuan dengan yang maha kodrati. Lingkaran keempat adalah penentuan semua lingkaran pengalaman oleh yang Ilahi, oleh takdir. (Suseno, 1999:84).
Alam Numinus dan Dunia
Kata Numinus berasal dari kata bahasa Latin numen yang artinya cahaya, Inggris: Numinous, dan Arab: Nur. Geertz (1969:118) menjelaskan secara panjang lebar, tetapi intinya mengandung terjemahan “Yang Ilahi”, “Yang Kodrati”.
Kesatuan Numinus antara Masyarakat, Alam dan Alam Adi Kodrati
Masyarakat sebagai perwujudan kumpulan keluarga yang besar, terjadinya mula-mula dari keluarga kecil (sendiri), keluarga tetangga, baik dekat maupun yang jauh dan akhirnya seluruh desa.
Petunjuk seperti itu (Akkeren, 1970:16) memberikan penjelasan bahwa desa mendapatkan kesempatan untuk mengambil bagian dalam pengalaman dimensi adi kodrati masyarakat, dihadirkan ketujuan mistik masyarakat dan kosmos yang dalam berbagai konflik tetap terjaga.
Tempat untuk Mencapai Keselamatan
Suseno membahas bahwa apa orang Jawa mengenal 2 tanda yang tidak dapat salah, yaitu bersifat sosial dan psikologis. Ditingkat psikologis oleh Suseno kutipan dari Mulder (1970:45) rasa ketenangan batin, ketiadaan rasa kaget dan kebebasan dari ketegangan emosional merupakan tanda, bahwa semuanya beres.
Raja sebagai Pemusatan Kekuasaan Kosmis
Willner (1961:308) mengungkapkan bahwa kekacauan dan kebejatan moral disebut sifat kasar.
Oleh Jay (1963:4) diceritakan bahwa raja-raja Majapahit menghabiskan sebagian waktunya dengan berziarah ke candi-candi untuk beribadat kepada para dewa dan untuk memperoleh bagian dalam kekuatan gaib para nenek moyang yang dimakamkan.
Keraton sebagai Pusat Kerajaan Numinus
Heine-Goldern (1963:7) mengatakan bahwa keraton bukan hanya proses politik dan budaya, tetapi juga merupakan pusat keramat kerajaan.
Menurut Anderson (1972:22) pandangan keraton sebagai pusat keramat kerajaan menentukan paham negara Jawa.


Share:

0 comments:

Post a Comment

Featured post

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Faktor Keturunan ( hereditas ) Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartik...

Popular Posts

Pageviews

Powered by Blogger.